Senin, 28 Februari 2011

Hujan Demi Pelangi

Aku adalah hujan. Turunku bersama sepi. Panjang merintik dengan cinta. Aku adalah hujan. Anak awan tak berlisan. Megah dengan kabut. Merona dengan dingin.

Ya, pagi itu, hujan deras mengguyur kota Bogor. Hujan tersebut menyirami lapangan sekolah yang selama ini gersang. Hujan tersebut juga membuat rerumputan tumbuh hijau, yang dulu meranggas di musim kemarau. Tapi karena hujan tersebut, semua kali kecil naik sampai ke pinggang. Bau tanah basah menguap pun tercium dari Panti Asuhan di belakang kelas 6C. Aroma hujan di pagi hari tersebut terasa hingga sore harinya kemudian.

Suara hujan gerimis di luar beradu dengan suara berisik dari dalam kelas 6C.
"Semoga kita lolos seleksi," doa Dinda. Matanya memancarkan sinar penuh harap.
"Amin," terdengar suara amin menggema di seluruh ruangan tersebut.
"Dengan nilai bagus," tambah Salsa.
"Amin," terdengar lagi suara yang sama. Hanya nadanya yang berbeda.

Suara bel berbunyi menyudahi semua doa tersebut. Dengan sigap, 6C mengambil sepatunya masing-masing dan bersiap meluncur ke lapangan.
"Nggak upacara," tiba-tiba Pak Yuhdi menampakkan dirinya. Seperti biasa, beliau memakai pluit yang mengalungi lehernya.
"Kenapa, Pak?" tanya Kiki.
"Lihat sendiri," kata Pak Yuhdi. Telunjuknya mengarah ke lapangan.
"Becek," lanjutnya.

Menyadari hal itu, 6C pun segera berbaris dan memulai Morning Meeting bersama Pak Yuhdi.
"Kalista kemana?" tanya Pak Yuhdi.
"Nggak masuk," jawab Rahma.
"Iya, Bapak tahu nggak masuk. Tapi nggak masuknya karena apa?" tanya Pak Yuhdi lagi.
"Nggak tahu," kedua bahu Rahma terangkat secara bersamaan.
Pak Yuhdi hanya tersenyum tidak jelas.

Usai berdoa, Pak Yuhdi membimbing 29 anak didiknya tersebut dalam jam Morning Meeting pagi itu.
"Kalian tahu, siapa yang melahirkan kalian?" tanya Pak Yuhdi.
"Bunda," jawab Ghina.
"Salah, bukan Bunda, tapi Mama," ralat Rahma.
"Bukan Bunda, bukan Mama, tapi Ummi," Halimah tak mau kalah.
"Hahaha."

"Ya, Ibu. Siapa yang melahirkan Ibu?" tanya Pak Yuhdi lagi.
"Nenek," jawab 6C serempak.
"Yang melahirkan nenek?"
"Buyut."
"Yang melahirkan buyut?" tanya Pak Yuhdi untuk yang kesekian kalinya. Tapi di pertanyaan yang ini, beliau tampak lebih semangat. Karena yakin tak ada satu pun dari 6C bisa menjawabnya.
"...," dan benar saja, tak ada jawaban dari mereka.
"Yahh, pada nggak tahu," Pak Yuhdi memasang tampang kecewa.
"Ihh, memangnya apa, Pak?" tanya 6C penasaran kepada Pak Yuhdi.
Pak Yuhdi pun bercerita tentang ibu dari seorang buyut, ibu dari ibunya buyut, ibu dari ibu ibunya buyut, dan ibu dari ibu ibu ibunya buyut, yaitu moyang. 6C pusing dibuatnya.

Tapi kepusingan tersebut berakhir ketika bel berbunyi. Pak Yuhdi menyudahi Morning Meeting hari itu, dan beliau pun keluar kelas. Kemudian, Pak Muslim memasuki kelas.
"Yah, sama Pak Muslim," keluh Salsa.

"Parah. Hahaha."


Usai Bimbel IPA (reguler), PJK untuk hari itu dilaksanakan di aula Yayasan. Disebabkan oleh... Biasa, masih hujan.
"Nanti berdua-berdua lari dari sini ke sini, 15 kali, ya? Terus habis lari scot-jump 20 kali, kemudian push-up 10 kali. Sanggup?" tanya Pak Yuhdi.
"Sanggup, Pak!" teriak 6C dengan nada yakin, meski pun sebelumnya masih kurang yakin.
Dua perdua orang pun melakukan tes tersebut. Meski capai, tapi mereka tetap semangat, karena ada lagu-lagu bertema mujahid-mujahidah yang terdengar dari laptop Pak Yuhdi.
"SEMANGAAAT!" teriak Husna yang sedang melakukan push-up. Matanya tampak sangat letih. Badannya juga sudah diselimuti dengan bertetes-tetes keringat.
"Iya, ayo semangat, Na!" dukung yang lain.

PJK usai, lelah pun usai. Kini, 6C sudah melupakan semua capai itu. Berlanjut ke istirahat, dan IPA.


"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam Pak Muslim malas.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab 6C tak kalah malas.
"Kita akan belajar tentang hubungan antara bumi, bulan, dan matahari," ucap Pak Muslim tanpa basa-basi apa pun.
6C hanya manggut-manggut setuju.
"BBM ya, Pak?" celetuk Nia.
"BBM apaan?" tanya Husna heran.
"Black Berry Messenger? Bahan Bakar Minyak?"
"Bukan, tapi bumi, bulan, dan matahari," jawab Nia, disusul dengan gelak tawa.

"Sudah, jangan banyak bercanda. Sekarang coba perhatikan ini," kata Pak Muslim sembari mengangkat sebuah globe ke atas meja Fikri.
"Pak Muslim hebat bisa ngangkat bumi," teriak Zira.
"Hahaha."

"Pak, Indonesia mana, Pak?" tanya Ghina ribut.
"Ini," telunjuk Pak Muslim mengarah kepada sebuah gambar pulau berbentuk huruf K, pulau Sulawesi.
"Aku mana, Pak? Aku mau lihat aku lagi ngapain!" teriak Ghina semangat.
Tawa membahana di seluruh ruang itu. Pak Muslim yang seperti merasa tersindir, akhirnya hanya tersenyum malu.

"Ssst! Sekarang diam semuanya!" teriak Pak Muslim. Tapi bukan marah.
6C pun menurut. Semuanya diam.
"Kalian merasa ada yang bergetar atau bergerak, nggak?" tanya Pak Muslim.
"Nggak," jawab 6C kompak.
"Nah, itu berarti, bumi berotasi tidak bisa dibuktikan dengan cara seperti ini," Pak Muslim menjelaskan.
"Yahh, kirain ada gempa," seru Husna.
"Hahaha."

"Ssst! Coba kalian rasakan lagi. Ssst! Ssst!" kata Pak Muslim menyuruh 6C untuk diam dan merasakan putaran bumi kembali.
"Kayak nidurin anak, Pak," tiba-tiba Ghina menyeletuk.
"Hahaha."

"Nah, sudah mengerti, kan? Terus bagaimana caranya kita membuktikan bahwa bumi berotasi? Caranya lihat saja matahari. Dia akan tampak bergerak dari timur ke barat. Jadi kalau mau membuktikan, lihat apaa?" Pak Muslim mengetes kemampuan 6C.
"MATAHARI!" jawab 6C keras sekali.
"Tapi nanti buta, Pak," Ghina beralasan.
"Hahaha."

Pak Muslim pun mulai bercerita banyaaak sekali. Aris sampai mengorok.
"Zzz."
Biasanya ada tawa, tapi sekarang hening. Karena ternyata semuanya juga ikut tertidur. Hehehe.
"Bangun, bangun, bangun!" teriak Pak Muslim.
6C pun membuka matanya dengan berat.

15 menit kemudian.
"Kita tutup dulu. Dilanjutkan di pertemuan selanjutnya," kata Pak Muslim.
"ALHAMDULILLAH BARAKAH!" teriak 6C, kembali semangat.
Muka Pak Muslim bersemu merah. Kacamatanya melorot.
"Hahaha."


Istirahat, T2Q, Bahasa Indonesia, sholat.
"Horee," teriak murid-murid dari kelas 3 sampai dengan kelas 6 ketika tahu bahwa sholat Ashar akan dilaksanakan di kelas masing-masing.

Ya, sampai sholat Ashar, hujan masih terus mengguyur tanpa ampun. Tapi wajah-wajah 6C tetap memancarkan keceriaan. Karena 6C tahu, bahwa hujan lebat itu datang untuk memberikan sebuah pelangi yang indah di ujung sana.

1 komentar:

Berikan saran, kritik, dan komentar kamu tentang Diary 6C! Segala pesan yang kamu berikan sangat berarti bagi kami.