Rabu, 23 Februari 2011

Safira Nur Fajrina

Safira lahir bersama Sahira. Saudara kembarnya. Kembar memang, tapi beda. Yang satu ceria, dan yang satu semangat. Hehehe. Safira lahir dalam keadaan selamat di Bogor pada tanggal 20 Maret 1999. Hobi Safira selama ini adalah bermain basket. Pantas saja setiap sehabis olahraga, Safira selalu menawarkan untuk bermain basket. Yang lain sih, mau, tapi masalahnya, nggak ada bolanya sih, hehehe.

Ternyata, tak hanya hobinya saja yang berkaitan dengan basket, cita-citanya juga! Yaitu menjadi pemain basket. Selain ingin menjadi pemain basket, Safira juga ingin menjadi arsitek. Amin, semoga tercapai, ya! Oh, iya. Safira suka Doraemon. Itu, loh, komik dari Jepang yang penulisnya bernama Fujiko F. Fujio.

"6C itu kelas yang...," Safira bingung hendak melanjutkan apa.
"CERIA," lanjutnya kemudian.

Safira yang menyukai warna biru ini, setelah lulus SD akan hijrah bersama dengan akhwat 6C yang lain ke SMPIT Ummul Quro Bogor. Eh, Si Penyuka Matematika dan PKn ini pernah menjadi siswa teladan, loh! Selain itu, Safira juga pernah menjuarai lomba pramuka. Juara 2.

Simak saja, deh, komentar teman-teman Safira tentangnya:
"Safira itu orangnya unik dari yang lain. Dia pintar dan nggak penakut. Satu lagi, Safira itu kocak!" komentar Halimah.
"Safira itu orangnya gembira dan ceria," komentar Hanifah.
"Safira itu lucu, kesenangannya ngoleksi barang doraemon, sampai apa pun hampir ada. Pokoknya dia rajin dan tidak sombong," komentar Sasa.
"Good, like to help, but meybe agak egois. Still be your self!" komentar Salsa.

Sudah dulu tentang Doraemon ini, Back to Diary 6C!

Ikhwan sedang asyik bercengkrama di luar kelas ketika akhwat tengah ribut di depan papan tulis.
"Hahaha, Irfan Bachdimnya kurus banget," komentar Salsa tentang gambar Safira.
"Kalau begitu aku buat yang lebih gendut, deh," kata Safira sambil mengambil penghapus papan tulis, kemudian menghapusnya.

Beberapa saat kemudian, bel pun berbunyi. Tatid dan Husna dengan penuh tanggung jawab segera menunaikan tugasnya untuk memimpin barisan. Usai berbaris, 6C pun memasuki kelas. Di dalam kelas, tampak terdapat gambar Irfan Bachdim, Kim Kurniawan, Justin Bieber, Morgan Oey, Rangga Dewamoela S., Gayus Tambunan, Jennifer Kurniawan, dan beragam tokoh inspirasi 6C di papan tulis.
"Sudah, lupakan dulu tokoh inspirasi kalian itu. Sekarang Rahma silakan siapkan doa," pinta Bu Anis.
6C menurut dan Rahma pun segera memenuhi permintaan Bu Anis.
"Bersiap!"

Berdoa selesai.
"Ada yang mau pindah tempat duduk?" tanya Bu Anis memulai MM hari itu.
Tak ada yang menjawab. Tampaknya 6C sudah terlanjur suka dengan formasi seperti itu.
"Kita akan pindah tempat duduk. Tapi murajaah dulu," lanjut Bu Anis.

15 menit kemudian, setelah murajaah selesai, terdengar bunyi-bunyi keras yang membuat ngilu. Yaitu bunyi kaki meja dan kursi yang bergesekan dengan lantai.
"Silakan T2Q," kata Bu Anis setelah semuanya beres.
Dengan rusuh, 6C keluar kelas dan menuju kelompok T2Qnya masing-masing.

PKn dimulai. 6C terlihat semangat sekali, karena Pak Eman adalah salah satu guru favorit 6C. Mula-mula, Pak Eman mengajak 6C bermain. Seru sekali. Setelah bermain, Pak Eman langsung menyampaikan materi hari itu.
"Pada pertemuan kali ini, kita akan belajar tentang Politik Luar Negeri... Indonesia," kata Pak Eman.
Tiba-tiba, 6C menepuk meja prok prok prok prok prok!
"Hahaha."

Aris mengangkat tangan.
"Ada apa, Ris?" tanya Pak Eman.
"Saya mau izin ke kamar mandi, Pak," jawabnya sopan.
"Ya, silakan. Jangan lama-lama, ya," kata Pak Eman.
Aris mengangguk, kemudian berlalu.

"Kembali lagi ke materi. Kalian tahu tidak, siapa nama pahlawan ini?" tanya Pak Eman sambil menempel foto seorang pahlawan yang bernama Mohammad Hatta di papan tulis.
"Itu Azzam, Pak," celetuk Nevan.
"Azzam? Hahaha, mirip juga, sih."

Tiba-tiba Aris masuk.
"Assalamualaikum," salamnya.
"Waalaikumsalam," jawab 6C dan Pak Eman.
"Pintunya ditutup saja, Ris," pinta Pak Eman.
Aris menurut. Dia pun bergegas berjalan menuju pintu.
"Jangan, Pak. Dibuka saja biar segar," tolak Salsa.
Aris balik lagi ke bangkunya.
"Tutup saja," pinta Kiki.
Aris balik lagi ke pintu.
"Jangan," larang Pak Eman.
Aris kembali ke bangkunya. Dia tampak letih.
"Hahaha."

PKn selesai. Dilanjutkan dengan istirahat, Bahasa Inggris, istirahat, IPS, dan Matematika. Hari ini ada ulangan Matematika. Tapi sampai menit-menit terakhir, 6C tak kunjung selesai juga. Padahal sudah hampir jam 4.
"Hitungan ke satu, kumpulkan, ya! Satu," kata Bu Nia.
6C langsung berebutan mengumpulkan ulangan. Padahal belum sepenuhnya terjawab. Setelah mengumpulkan, 6C langsung kabur ke masjid. Di sana, sholat sudah dimulai sedari tadi.
"Gawat, ketinggalan 2 rokaat," keluh Salsa. Tangannya sibuk memakai mukena.

Usai sholat Ashar, Sasa yang bertugas sebagai TPDS itu segera memanggil nama-nama yang dicatat oleh TPDS.
"Dinda 6C," panggilnya.
"Amel 6C."
"Afi 6C."
"Zira 6C."
"Nia 6C.
"Nindi 6C."
"Salsa 6C."
"Husna 6C."
"Sasa 6C."
"Hahaha, manggil nama sendiri," seloroh Husna.
"Hahaha," yang lain ikut tertawa.

Tawa itu pun segera berakhir ketika tiba-tiba kekompakan 6C pecah. Disaat yang sama, tapi di tempat yang berbeda, kejadian itu terjadi.
"Apa, lu? Ngajak ribut? Ayo!" tatang Nevan. Kemudian dia memukuli Naufal tanpa ampun.
Naufal berusaha berlindung. Air matanya sudah keluar.
"Sabaar, sabaar," kata Kiki. Dia berusaha memisahkan keduanya.
"Apa, sih? Mau ikut campur?" tangan Nevan sudah terkepal kuat. Tatapan matanya tajam menatap Kiki.
"Nggak," jawab Kiki ketakutan, kemudian kabur.
"Hahaha."
Nevan menghiraukan tawa itu. Tanpa sadar, air matanya meleleh.

"Nevan sama Naufal kenapa, sih? Biasanya kompak banget, kok sekarang begitu?" bisik Kalista kepada Nisa.
"Aku juga nggak tahu. Habis balik dari masjid sudah begini," jawab Nisa. Kedua bahunya terangkat.

Pertandingan masih berlangsung seru. Nevan masih punya tenaga untuk bermain fisik dengan Naufal. Sementara Naufal sudah lemah tak berdaya. Akhwat yang segera menyadari hal itu segera berlari ketakutan memanggil Pak Yuhdi.
"Pak, ada yang tawuran, Pak!" lapor Husna.
"Ahh, nggak separah itu juga kali, Na," protes Amel.
"Hahaha. Iya juga, sih. Tapi setiap yang namanya berantem, bagi 6C kan baru. 6C belum pernah berantem sebelumnya," cerita Husna.
"Emang," Amel menyerah.
"Tawuran?" tanya Pak Yuhdi.

Pak Yuhdi segera menghampiri kelas 6C. Kemudian menepuk bahu Nevan yang membelakangi pintu. Dengan bijaksananya, Pak Yuhdi merangkul keduanya, Nevan dan Naufal.
"Mana tangannya? Mana kompaknya 6C?" tanya beliau.
Naufal menjulurkan tangannya. Berharap mendapatkan maaf dari Nevan. Naufal memang yang memulai, tapi untuk masalahnya, tidak ada yang tahu pasti. Karena tiba-tiba saja sudah ada pertarungan hebat itu. Nevan melirik Naufal yang matanya lembab. Kemudian dia juga menjulurkan tangannya, kemudian keduanya segera tersenyum.
"Nah, gitu, doong!" teriak 6C kompak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan saran, kritik, dan komentar kamu tentang Diary 6C! Segala pesan yang kamu berikan sangat berarti bagi kami.