Jumat, 25 Februari 2011

Halimah Wafiah Adilah

"Dulu itu Halimah nyebelin. Tapi sekarang sudah mulai berubah dan semakin pintar," komentar Nindi.
"Semakin berubah dari sifatnya yang dulu. Semakin dewasa dan semakin pintar," komentar Rahma.
"Mau berubah, baik, gambarnya lucu-lucu, tapi agak bawel, dan terkadang menyebalkan," komentar Afi.
"Kreatif dan kalau gambar bisa cepat sekali," komentar Safira.

Begitulah komentar teman-teman tentang seorang akhwat yang lahir di Bogor pada tanggal 1 Oktober 1999. Halimah namanya, lengkapnya, Halimah Wafiah Adilah. Hobi Halimah selama ini adalah menggambar dan menyanyi. Halimah memiliki banyak cita-cita. Diantaranya adalah menjadi komikus, dusainer, koki roti, dan presiden direktur.

Halimah ingin menjadi komikus, karena sangat berkaitan dengan hobinya. Halimah juga inginmenjadi disainer, karena menurut Halimah, menjadi disainer itu seru. Kalau koki roti, Halimah ingin karena ingin saja, katanya. Hehehe. Terakhir, Halimah ingin menjadi presiden direktur, karena bisa punya banyak duit. Hebat, ya, cita-citanya?

"Halimah ingin ke SMPIT Ummul Quro Bogor!" begitu tekad Si Penyuka Matematika ini.

Halimah yang menyukai warna pink, biru, dan hijau ini pernah menjuarai berbagai macam lomba. Lomba mewarnai kelas 1 juara 3, lomba mewarnai di rumah juara 3, lomba pianika di Bina Insani juara 3, lomba puitisasi Al-Quran juara 1 (saat AKRAB 2010), dan lomba puitisasi Al-Quran juara 3.

"6C itu ceria dan cerewet!" komentar Halimah tentang 6C.

Back to Diary 6C!

6C sedang asyik mengobrol ria. Tidak peduli dengan lantunan surat Abasa terdengar diseluruh pelosok gedung itu, hingga bel berbunyi.
"Siap, gerak!" pimpin Tatid.
Usai berbaris, 6C memasuki kelas dengan rusuh. Jangan dikira 6C rusuh setiap saat. Karena 6C hanya rusuh di waktu-waktu tertentu. Yaitu setiap tidak ada guru.

Usai berdoa, Pak Muslim memasuki kelas 6C dengan tatapan siap. Siap untuk menghadapi kenakalan 6C lagi.
"Siap-siap, ya," sahut Pak Muslim.
"Siap-siap apa, Pak?" tanya Salsa.
"Tanggal 11 Maret akan ada...," Pak Muslim tidak melanjutkan ucapannya karena menyadari 6C sedang ribut sendiri.
"Ehh, ini kenapa pada ribut?" tanya Pak Muslim heran.
"Bapak! 11 Maret kan, Gayus Tambunan masuk penjara!" teriak Zira.
"Bukan, tapi Sony Laksono!" ralat Ghina.
"Bukan Gayus Tambunan, bukan Soni Laksono, tapi Bona Paputungan!" sorak Salsa.
Pak Muslim bengong.

"Sudah deh, dari pada membahas tentang itu, mendingan kita membahas tentang komet. Siapa yang tahu, apa itu komet?" tanya Pak Muslim.
Hening.
"Nggak tahu, Pak," jawab Kiki takut-takut.
"Kok nggak tahu?" gertak Pak Muslim.
"Soalnya, belum diajarin, Pak," jawab Kiki lagi. Masih dengan tampang takut-takut.
"Hem? Oh, iya, ya! Lupa. Bapak jelasin hari ini, deh," lanjut beliau. Nada suaranya merendah.
"Yahh," 6C mengeluh sekaligus lega.

Pak Muslim menuliskan sesuatu di papan tulis.
"Pak, itu apa, Pak? Komet tdd?" tanya Husna.
"Mana?" tanya Pak Muslim sembari mengecek semua tulisannya kembali.
"Itu," tunjuk Husna.
"Ini?" tanya Pak Muslim menunjuk suatu tulisan, tapi bukan yang dimaksud oleh Husna.
"Atasnya, Pak!" bela 6C.
"Ini?" lagi-lagi beliau menunjuk. Tapi salah sasaran.
"Yang itu! Bawahnya!" 6C mulai frustasi.
"Ini?" tanya Pak Muslim.
"BUKAN! YANG DI ATASNYA! YANG SEBELAH...," 6C berhenti berteriak.
"Oh, yang ini. Nggak, tadi itu sebenarnya Bapak pura-pura nggak tahu. Supaya kalian memperhatikan saja," Pak Muslim memberi alasan yang cukup masuk akal, tapi tidak dipercaya oleh 6C.
"Ahh, alasan!"

"Sekarang buka buku paketnya halaman 101 dan 102. Kerjakan bagian A dan B. Boleh di buku paket atau buku tulis," Pak Muslim memberi tugas.
"Pak, aku nggak punya buku paket," aku Ghina.
"Kenapa?" tanya Pak Muslim sembari mendekati meja Ghina.
"Belum beli," jawab Ghina jujur.
"Terus kalau ulangan gimana?" tanya Pak Muslim lagi.
"Pakai buku tulis," jawab Ghina. Lagi-lagi jujur.
"Nilainya gimana, dong?" tanya Pak Muslim.
"Nggak tahu. Kan Bapak kalau ngoreksi suka lama. Jadi sampai sekarang belum dibagiin," jawab Ghina. Kalau yang ini, Ghina bukan jujur, tapi terlalu jujur.
Pak Muslim pun malu.
"Hahaha."

IPA selesai. Pak Muslim keluar kelas, Bu Nia masuk kelas.
"Siapa yang sudah daftar ke SMPIT Ummul Quro Bogor?" tanya Bu Nia.
Semua anak 6C mengangkat tangan kecuali Nevan, Fikri, dan Tatid.
"Beneran, nih? Semuanya mau ke UQ kecuali mereka bertiga?" tanya Bu Nia.
6C mengangguk mantap.
"Semoga sekelas lagi, ya," doa Bu Nia.
"AMIN!" teriak 6C serempak.
"Kan ikhwan sama akhwat nggak bisa sekelas. Ihwannya gimana, dong?" tanya Afi khawatir.
"Nggak usah, biarin saja pergi," jawab Ghina cuek.
"Hahaha."

Pada hari Jumat yang mendung ini, Bu Nia memberikan sebuah materi. Mengurutkan bilangan dalam bentuk pecahan, desimal, atau pun persen ke sebuah urutan yang padu.

Matematika selesai tepat saat hujan deras mengguyur.
"Horee, hujan!" sorak 6C girang.

Bimbel Matematika (reguler), kemudian keputrian (bagi akhwat).
"Gunting mana, gunting?"
"Lem mana, lem?"
"Kertas origami mana, kertas origami?"
"Aca mana, Aca?"
"Hahaha, yang lain nyariin barang, kok Una nyariin orang?" tanya Nindi.
"Iya, Aca juga barang! Foto Aca maksudnya! Hilang, nih," Husna bangkit dari duduknya, kemudian mencari ke sekelilingnya. Berharap barang yang dicari akan ketemu.
"Anak-anak, sudah jam setengah 1, ikhwan sebentar lagi datang. Ayo ambil wudhu!" komando Bu Anis.
Akhwat 6C pun berebutan keluar kelas. Mengambil wudhu. Cuek dengan benda-benda sisa membuat pembatas buku yang berserakan tak beraturan itu.
Kemudian akhwat-akhwat tersebut sholat. Dan ikhwan pun datang.
"Wahh, habis terjadi badai apa, nih?" tanya Aris yang bingung melihat kelasnya yang begitu berantakan.
"Hahaha."

Istirahat selesai.
"Habis ini Bimbel USnya apa, sih?" tanya Kiki.
"Sebentar, aku lihat dulu," kata Husna. Kemudian bergegas melihat jadwal pelajaran.
"Bahasa Sunda," jawab Husna dan Rahma bersamaan.
"Ohh," mulut Kiki membulat lucu.
Usai Bimbel US Bahasa Sunda (reguler), Bahasa Indonesia.
"Yang menang membuat pembatas buku adalah...," Bu Anis memberi pengumuman untuk akhwat.
"Hanifah, Salsa, dan Nia!" lanjut Bu Anis. Kemudian suara tepuk tangan yang meriah pun terdengar.
Akhwat berebutan mengambil hadiah. Memang semua mendapatkan hadiah. Tapi hadiah untuk pemenang lebih khusus.
Ikhwan yang melihat akhwat berebutan hanya bisa bengong.
"Hahaha, kasihan ikhwan," canda Ghina.
"Hahaha."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan saran, kritik, dan komentar kamu tentang Diary 6C! Segala pesan yang kamu berikan sangat berarti bagi kami.