Rabu, 16 Februari 2011

Nisa Ramadanti Islah

"Nisa baik, tapi kalau aku ngomong suka di kacangin sama dia," komentar Amel.
"Kadang baik, tapi lumayan sering bikin sebal. Soalnya dia suka nyuekin yang aku omongin. Dia kadang jahat, kadang pintar. Tapi nggak mau bagi-bagi ilmu mentang-mentang pintar," komentar Nindi.
"Kadang baik, kadang jahat. Kadang sok tahu! Tapi lumayan pintar juga, sih," komentar Afi.
"Nisa pintar, tapi mukanya aneh. Hahaha," komentar Zira.


Ya, Nisa namanya. Nisa yang pintar ini lahir di Kota Hujan pada tanggal 4 Januari 1999, bertepatan dengan ulang tahun Kiki. Hehehe. Nisa yang kata Zira memiliki tampang aneh ini sering berganti-ganti nomor handphone. Kata Nisa, berganti-ganti nomor handphone sudah menjadi hobinya sejak dulu. Tapi, hobinya tersebut dapat mendatangkan kerugian untuk teman-teman Nisa. Karena teman-teman Nisa jadi bingung, berapa sih, nomor Nisa sekarang?


Kelak, Nisa ingin menjadi koki, "seru, bisa masak-masak."

Nisa menyukai pelajaran Matematika, kata Nisa, guru Matematika 6C adalah guru yang baik. Dan memang, Bu Nia adalah guru yang baik. Nisa yang menyukai warna cokelat, hijau, dan hitam ini pernah menjuarai lomba merangkai puzzle.


"6C itu ceria dan ramai. Juga beda sama yang lain," komentar Nisa yang bercita-cita akan bersekolah di SMPIT Ummul Quro Bogor ini.


Sudah dulu ya, tentang Nisa yang memiliki wajah ceria ini. Back to Diary 6C!

"Kiki, awas!" pekikan Hanifah memecah suasana pagi yang sunyi itu.
"Aaa!" Kiki ikut berteriak.
PYAAR!
Terlambat sudah semuanya. Benda itu sukses meluncur, membentur lantai keramik itu.
"Yahh, Kiki," Hanifah kecewa.
"Maaf," disela kekagetannya, Kiki memohon, meminta maaf.
SLEERT! GUBRAK!
"Waduh," Hanifah tak bisa berbicara apa-apa.
"Idihh, apaan, nih? Kok basah-basah? Aku jadi kepeleset, tahu!" Syamila berusaha bangkit sambil merutuk kesal.
"Maaf," Kiki lagi-lagi memohon, meminta maaf.
"Ini air apa, sih?" tanya Syamila sambil membersihkan bajunya dari air.
"Tadi, secara nggak sengaja, Kiki nyenggol tempat minum aku. Jadi tumpah, deh," Hanifah menjawab semua keheranan Syamila.
Belum sempat Syamila mengangguk tanda mengerti, Kiki sudah berlalu. Mengambil pel.
"Terima kasih, Ki," sahut Hanifah lirih. Tatapannya kosong ke arah tempat minumnya yang kini juga sudah kosong.

Bel berbunyi. Membuat suasana disana menjadi lebih cair.
"Siap, gerak!" Aris memimpin barisan ikhwan.
"Siap, gerak!" dilanjutkan dengan Hanifah yang memimpin barisan akhwat.

Acara baris-berbaris yang tidak serusuh seperti hari-hari sebelumnya sudah usai.
"Bersiap!" Rahma memimpin doa.

Usai berdoa, Bu Anis berjanji untuk membahas tentang hari lahir Nabi Muhammad.
"Nanti di akhir MM, kita akan membahasnya. Sebelumnya, Bu Anis mau menyampaikan sesuatu," Bu Anis membimbing Morning Meeting pagi itu.

Jarum pendek sudah menunjukkan pukul 8 tepat.
"Kita akhiri dulu MM hari ini, silakan T2Q," kata Bu Anis.
"Bu, katanya tadi mau bahas tentang hari lahir Nabi Muhammad?" Safira menagih.
"Ohh iya, lupa. Di pertemuan selanjutnya saja, ya. Waktunya sudah habis," kata Bu Anis.
Safira memasang tampang kecewa.

6C pun menuju kelompok T2Qnya masing-masing. Kecuali Zavien, karena pada hari ini,  Zavien akan tes juz 30, dan hasilnya, dia lulus dengan nilai yang bagus. Mudah-mudahan, seluruh anggota 6C ikut khataman, ya? Amin.

"Sekarang PKn, kan?" tanya Dinda sembari mengeluarkan buku paket PKnnya.
"Bukannya Bimbel Bahasa Indonesia?" Husna balik bertanya, keningnya berlipat.
"Sekarang PKn, kok," Dinda tetap pada pendiriannya.
"Iya, anak-anak, coba lihat pengumuman di papan tulis, hari ini PKn, bukan Bimbel Bahasa Indonesia, kan ditukar. Siapa yang lupa membawa buku PKn?" tanya Bu Anis.
Beberapa anak mengacungkan tangannya.
"Wahh, 30 persen dari 30 anak pikun, ya?" tanya Bu Anis dengan nada melawak.
"Hahaha."

"Bu, aku aneh," tiba-tiba Zira menyeletuk.
"Kamu memang aneh," kata Bu Anis. Matanya bersinar jenaka.
"Hahaha."
"Bukan, aku aneh. Soalnya aku bawa buku paket PKn, tapi nggak bawa buku tulisnya," kata Zira. Kemudian dia merobek selembar kertas dari buku tulisnya yang lain.
Bu Anis hanya tersenyum.

"Bu, Pak Eman kemana?" tanya Salsa.
"Pak Eman sedang ada halangan, jadi Bu Anis akan menyampaikan pesan dari beliau. Kalian disuruh untuk membuat rangkuman bab 6," kata Bu Anis.
"Semuanya, Bu?" erang Ghina tak percaya.
"Nggak, yang bagian A saja," lanjut Bu Anis.
Ghina mendesah lega.
"Harus rangkuman, Bu?" tanya Hanifah.
"MM juga boleh," jawab Bu Anis.
Setelah mengangguk, Hanifah pun kembali kepada tugasnya.

Bel berbunyi, tanpa aba-aba dari Bu Anis, semua anak 6C keluar dari kelas. Bu Anis hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Ya, istirahat. Setelah jajan, anak-anak yang ceria itu sibuk dengan urusannya masing-masing. Akhwat nongkrong sembari makan bersama di belakang kelas, sementara ikhwan bermain bola dari kertas di depan kelas.
"Nggak ikutan main sama mereka, Ki?" tanya Husna sambil menunjuk ikhwan yang sedang bermain.
"Nggak," jawab Kiki singkat. Dia melahap makanannya.
"Kenapa?" tanya Husna.
"Aku nggak suka main begituan," jawab Kiki, tetap sambil makan.

Bel kembali berbunyi, tanda istirahat telah usai. Bu Sari pun memasuki kelas 6C, dan memberikan materi-materi yang patut disampaikan kepada 6C.

Setelah Bahasa Inggris selesai, istirahat kedua dimulai. Usai sholat Dzuhur, Halimah mengamen.
"Elaa, elaa, eee, eee, ini my umbrella! Elaa, elaa, eee, eee, ini my umbrella!" rusuh.
"Horee, dapat permen!" teriak Halimah girang. Dia pun segera melahap permen tersebut dengan semangat.
"Hahaha."

IPS dimulai.
"Ada yang rumahnya dekat dengan rumah Zulkifli?" tanya Bu Anis.
Hening. Tak ada yang menjawab.
"Kemarin, Bu Anis ketemu sama Zulkifli di Botani Square," cerita Bu Anis.
"Yahh, kita harus belajar, dia malah enak jalan-jalan," gerutu 6C.
"Hahaha."

Bu Anis langsung memberikan materi untuk hari itu.
"Kalian pernah lihat orang-orang yang pakai anting di hidung?" tanya Bu Anis. Matanya menatap satu persatu anak didiknya.
"Pernah, Bu. Malahan, ada yang pakainya di bibir," kata Salsa. Dia memasang tampang ngeri.
"Iya, Bu. Aku pernah lihat, ada juga yang pakainya di lidah," cerita Ghina tentang pengalamannya.
"Ada juga yang di mata, Bu," Kiki melawak.
"Hahaha."
"Nah, itu dia, salah satu bukti globalisasi," kata Bu Anis.
6C tetap memperhatikan Bu Anis. Menanti kata-kata selanjutnya.

"Bukti yang lainnya apa lagi, coba?" tantang Bu Anis.
"Ada makanan instant dan fast food, Bu!" jawab Salsa.
"Kalau seafood?" tanya Afi.
"Hah? Siput?" Aris balik bertanya.
"Hahaha."

"Bu, di Indonesia itu banyak mata-mata, nggak?" tanya Salsa.
"Banyak, di 6C juga banyak. Itu, ada mata, itu juga mata," kata Bu Anis sambil menunjuk mata 6C.
"Hahaha."

IPS selesai. Matematika pun menutup hari yang ceria itu. Sholat Ashar, dengan muadzin Nio, pemimpin dzikir Aris, dan pemimpin doa Nevan.

2 komentar:

Berikan saran, kritik, dan komentar kamu tentang Diary 6C! Segala pesan yang kamu berikan sangat berarti bagi kami.