Kamis, 24 Februari 2011

Karima

Anak warnet? Ya, Syamilalah yang dimaksud. Syamila yang lahir di Bogor pada tanggal 12 Desember 1998 ini hobi internetan di warnet. Tapi sekarang tidak lagi, kok. Sekarang, Syamila sudah mulai bisa mengatur waktunya dengan baik. Selain hobi internetan, Syamila juga suka menggambar, memasak, dan melakukan hal yang aneh. Hihihi...

Syamila memiliki banyak sekali cita-cita. Ini ada beberapa. Pertama, Syamila ingin menjadi koki, karena Syamila memang suka sekali memasak. Kedua, Syamila ingin menjadi polisi, kata Syamila, sih, supaya tidak ada macet dan tidak ada tindakan kriminal di Indonesia. Ketiga, Syamila ingin menjadi atlet basket atau bola. Sayang, dia perempuan. Kalau perempuan, kan, susah kalau mau jadi atlet. Tapi semoga cita-cita Syamila tercapai, ya!

Syamila suka pelajaran Bahasa Indonesia dan PJK. Syamila juga suka beladiri thifan, komputer, dan SBK. Tapi sekarang ketiga pelajaran itu sudah ditiadakan disebabkan oleh guru-guru ingin memfokuskan anak-anaknya pada ujian-ujian yang sebentar lagi akan menjelang.

"6C itu rusuh, ceria, keren, kreatif, kondusif, koperatif, cerdas, beda sendiri, dan berisik," komentar Syamila tentang 6C.

Syamila yang menyukai warna biru dan hitam ini akan bersekolah di SMPIT Ummul Quro Bogor nanti.

"Orangnya pendiam, suka menggambar, takalau ulangan suka bengong karena nggak tahu," komentar Nia.
"Kecanduan menggambar. Terus suka nggak bawa buku pelajaran," komentar Nisa.
"Lebay, anak warnet, tapi kadang baik juga," komentar Ghina.
"Orangnya aneh, mirip sule, hehehe. Sedikit lebay, tapi gambarnya bagus, berbakat menjadi komikus," komentar Sasa.

Back to Diary 6C!

Hari memang terasa bergulir begitu cepat. Detik demi detik berlalu, menit demi menit berlalu, jam demi jam berlalu, hari demi hari berlalu, dan tak terasa, perpisahan sebentar lagi akan menghampiri.
"Ahh, jangan nakut-nakutin, dong!" protes Ghina.
"Hahaha."

Ya, Kamis yang cukup cerah untuk meratapi hasil nilai Matematika kemarin.
"Ini, Bu Nia bagikan ulangan yang kemarin, ya," kata beliau.
6C hening. Mereka menunggu dengan... Ah, sebagian menunggu dengan yakin, dan sebagian menunggu dengan cemas. Satu per satu nama dipanggil oleh Bu Nia.
"Alhamdulillah," seru Zira girang ketika mendapati ulangannya. Dia melompat bahagia.
"Alhamdulillah," seru yang lain ikut gembira ketika tahu bahwa dirinya terbebas dari remedial.
Berbeda dengan perasaan anak-anak yang lain. Anak-anak yang terpaksa mengikuti remedial karena nilainya di bawah 70. Dan pada hari itu juga, Bu Nia menggiring anak-anak yang sedang kurang beruntung itu menuju keluar kelas dan melaksanakan remedial. Sementara anak-anak yang sedang kurang beruntung itu sedang mengerjakan soal remedial, anak-anak yang masih berada di dalam kelas sedang sibuk. Sibuk belajar? Tidak. Mereka sedang sibuk memecahkan sebuah misteri harta karun.
"Ketemu!" sorak Aris.
"Gimana sih, Ris?" tanya Kiki.
"Ini begini, ditambah, disamakan penyebutnya, kemudian tulis hasilnya disini, dan kamu dapatkan satu huruf. Begitu saja seterusnya hingga semua huruf-huruf itu membentuk kata," kata Aris. Sibuk mengajari Kiki.
"Ohh," Kiki yang diajari itu hanya manggut-manggut.

Matematika usai. Digantikan dengan T2Q. Kemudian istirahat. Lalu IPS.
"Bu, quiz lagi kayak kemarin, dong," pinta Zira.
"Nggak, kita langsung belajar," tolak Bu Anis.
Zira kecewa.
"Bilateral adalah hubungan dagang antara 2 negara," kata Bu Anis.
"Kok sama kayak PKn sih, Bu?" protes Nisa.
"Soalnya IPS dan PKn sesuku dan sebangsa," jawab Husna asal.
"Hahaha."

Istirahat lagi. Dan Bahasa Sunda.
"Anaknya hayam naon?" tanya Pak Yuhdi.
"Ciak!" jawab 6C.
"Kalau meri?" tanya Pak Yuhdi lagi.
"Titit!" jawab 6C. Kemudian disusul dengan gelak tawa.
"Dasar otak nggak bener," seru Pak Yuhdi.
"Hahaha."

Bahasa Sunda dilanjutkan dengan Bahasa Indonesia. Tatid, Aris, dan Fikri yang pada pertemuan sebelumnya belum sempat membaca puisi pun diberi kesempatan oleh Bu Anis untuk membacanya.
"Internet... Indomie telur kornet...," Aris memulai puisinya.
"Hahaha."

Dan sebagai penutup, PAI yang singkat. 30 menit saja. Tapi bagi 6C, 30 menit terakhir itu terasa lama sekali. Kenapa, ya?
"Baik, kita tutup pertemuan kita hari ini dengan mengucapkan hamdalah," sahut Pak Muslim sembari membereskan buku-bukunya.
"ALHAMDULILLAH," teriak Nevan. Ups, dia keceplosan lagi (baca: Afiya Fathi)!
"Nevan, kesini!" teriak Pak Muslim.
Mau tidak mau, Nevan pun menuruti perintah Pak Muslim dan datang menuju Pak Muslim. Setelah Pak Muslim dan Nevan sudah berjarak sekitar 20 cm, Pak Muslim menasihati Nevan.
"Hahaha."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan saran, kritik, dan komentar kamu tentang Diary 6C! Segala pesan yang kamu berikan sangat berarti bagi kami.