Selasa, 15 Maret 2011

Selasa 28 Ceria

Mendengar bunyi bel yang berbunyi nyaring, 25 anak yang ceria itu bergegas untuk keluar dari kelas mereka. Kemudian mereka membuat beberapa barisan di sana.
"Siap, gerak!" pimpin Kiki dan Rahma.
Belum selesai mereka membaca ikrar, barisan itu sudah hancur. Rusuh.
"Hahaha, Naufal baru datang," Sasa menunjuk Naufal yang masih membawa tas dan sepatu.
Naufal cuek. Dia memberontak, ingin masuk ke dalam kelas.
"Eh, halangin! Jangan bolehin Naufal masuk!" teriak Sasa.
Akhwat pun membuat sebuah rantai yang kuat.
Rusuh.

Tapi kemudian, kerusuhan itu segera berakhir ketika Pak Yuhdi datang.
"Masuk, masuk," Pak Yuhdi menyuruh 6C masuk ke dalam kelas. Seandainya beliau tahu, 6C belum selesai membaca ikrar, pasti beliau tidak akan memperbolehkan 6C masuk seperti itu.
26 (tambah Naufal) anak yang ceria itu pun masuk ke dalam kelas dengan tertib. Kemudian mereka duduk di tempat duduk mereka masing-masing.

Usai berdoa, Nindi dan Halimah datang. Mereka mengaku telat. Akhirnya, Nindi dan Halimah ditugaskan untuk memita maaf di depan kelas oleh Pak Yuhdi. Dan sekarang, bertambahlah jumlah anak-anak yang ceria tersebut, 28.

"Tilawah masing-masing, ya?" tanya Pak Yuhdi.
6C mengangguk setuju.
"Yang nggak tilawah nanti tilawah di depan, ya," kata Pak Yuhdi.
6C diam saja. Rupanya tatapan mereka sedang terfokus kepada firman-firman Allah tersebut.

Usai tilawah, Pak Yuhdi meminta izin untuk bertanya.
"Syamila, boleh nggak, Bapak bertanya kepada Rahma?" tanya Pak Yuhdi kepada Syamila.
Syamila bengong. Mungkin tak mengerti maksudnya.
"Boleh, nggak?" tanya Pak Yuhdi tidak sabar.
Akhirnya, Syamila hanya mengangkat kedua bahunya saja.
"Yahh, kalau begitu, Bapak tanya ke Ghina saja, deh," tatapan Pak Yuhdi kini beralih kepada Ghina.
"Apa, Pak?" tanya Ghina.
"Bapak boleh nggak, bertanya kepada Rahma?" tanya Pak Yuhdi lagi.
"Boleh," jawab Ghina singkat.
"Nah, begitu, dong," kata Pak Yuhdi akhirnya.
6C hanya bengong. Tapi kemudian, tawa mereka meledak.
"Hahaha."

"Mau nanya apa, sih, Pak?" tanya Rahma.
"Oh, iya. Rahma, tadi Rahma bangun jam berapa?" tanya Pak Yuhdi kepada Rahma.
"Jam lima," jawab Rahma.
"Ohh. Kalau Nia?" tanya Pak Yuhdi sembari menghampiri meja Nia.
"Nggak lihat jam," jawab Nia.
"Nggak punya jam, ya?" tanya Pak Yuhdi.
"Ihh," Nia hanya menggumam kesal.

"Nah, MM kali ini sebenarnya nggak ada kaitannya sama sekali dengan pertanyaan yang tadi," kata Pak Yuhdi.
"Jadi, sebenarnya MM kali ini membahas apa sih, Pak?" tanya Safira bingung.
"Membahas tentang, ini. Bapak gambar di sini, ya," kata Pak Yuhdi sambil mengambil spidol dan menggoreskannya di papan tulis.
"Tsunami," 6C membaca tulisan yang ditulis Pak Yuhdi tersebut.
"Itu ditulis, Pak. Bukan di gambar," seloroh Ghina.
"Hahaha."

"Kipli, punya otak nggak?" tanya Pak Yuhdi.
Zulkifli mengangguk pasti.
"Suka dipakai, nggak?" tanya Pak Yuhdi lagi.
Lagi-lagi Zulkifli mengangguk.
"Kalau begitu, Bapak bertanya. Apa yang Kipli pikirkan tentang tsunami?" tanya Pak Yuhdi untuk yang kesekian kalinya.
Zulkifli hanya menggeleng, "nggak tahu, Pak."

Selain kepada Zulkifli, Pak Yuhdi juga menanyakan pertanyaan yang sama kepada hampir semua anak di 6C. Dan mereka menjawab:
Safira, "seram."
Azzam, "takut."
Ghina, "karunya, kasihan."
Zira, "ujian dari Allah."
Rahma, "kiamat sugra."

"Tsunami bisa dipersiapkan, kan? Mati juga bisa, loh!" Pak Yuhdi memberi kesimpulan.
6C hanya terdiam. Mereka menyimak Pak Yuhdi dengan serius sekali.
"Ngerti, nggak?" tanya Pak Yuhdi.
"Lumayan," jawab Aris.
"Apaan, emang?" tanya Pak Yuhdi lagi.
"Nggak tahu," Aris menggeleng lucu.
"Hahaha."

Bel berbunyi, saatnya untuk T2Q. Kemudian Bimbel Bahasa Indonesia (reguler).
"Kerjakan TO 4, ya," perintah Bu Anis.
6C mengangguk sembari membuka buku Detik-Detik UASBN masing-masing.
Tiba-tiba, seorang orangtua murid datang.
"Ibunya siapa, tuh?" tanya Husna.
"Ibunya Azzam," jawab Sasa.
"Tahu dari mana?" tanya Husna tak yakin.
"Lihat saja, mirip sama Azzam, tuh," jawab Sasa.
"Hahaha."

Bu Anis dan Ibunya Azzam berbincang sebentar, kemudian Bu Anis memanggil Azzam. Azzam pun menghampiri Bu Anis dan Ibunya, kemudian Azzam pergi bersama Ibunya.
"Azzam mau kemana, Bu?" tanya Ian.
"Mau mengukur kepala," jawab Bu Anis.
"Hah?" Ian bingung, "buat apa?"
"Iya, buat kain kafan," jawab Bu Anis.
Ian semakin heran.
"Hahaha, nggaklah. Azzam mau mengukur seragam SMPnya," jawab Bu Anis, kali ini serius.

Bimbel Bahasa Indonesia (reguler) sudah berakhir, kini saatnya untuk istirahat. Saat istirahat, ikhwan sibuk. Mereka asyik bermain petak umpet. Kiki ngumpet di meja Azzam. Zavien ngumpet di meja guru. Dan Zulkifli ngumpet di balik karpet. Hehehe.

Matematika.
"Jadi, ini jawabannya berapa?" tanya Bu Nia.
"30!" jawab Halimah dan Aris bersamaan.
"Ihh, aku duluan, Aris!" teriak Halimah.
Aris terdiam.
"Biasa saja kali," kata Kiki.
"Tapi aku duluaaan!" Halimah tak mau kalah.
"Nggak usah segitunya juga kali," kata Bu Nia tiba-tiba.
"Hahaha."

Matematika dilanjutkan dengan istirahat, kemudian Mentoring.
"Yes, sama Bu Entin, eee. Yes, sama Bu Entin, eee. Yes, sama Bu Entin, eee," 6C girang bukan main ketika tahu bahwa pembimbing Mentoring hari ini adalah Bu Entin.
Bu Entin hanya bengong menatap anak-anak yang rusuh itu.

"Eh, kalian paling suka sama guru siapa?" tanya Bu Entin.
"Bu Uwi!" teriak Ghina.
"Kenapa?" tanya Bu Entin.
"Seru, Bu," cerita Ghina.
"Kalau Nisa? Siapa guru yang Nisa sukai?" tanya Bu Entin.
"Bu Anis," jawab Nisa.
"Kenapa?" tanya Bu Entin.
"Baik," cerita Nisa.

"Nah, sekarang, kebalikannya. Siapa guru yang kalian tidak sukai?" tanya Bu Entin lagi.
"Pak Asep!" teriak Sasa.
"Kenapa?" tanya Bu Entin.
"Bau, Bu. Conge, lagi," cerita Sasa jujur sekali.
"Hahaha."
"Kalau Nindi? Siapa guru yang Nindi tidak sukai?" tanya Bu Entin.
"Bu Maya," jawab Nindi.
"Kenapa?" tanya Bu Entin.
"Galak," Nindi jujur.
"Hahaha."

Pelajaran terakhir, PAI. Pak Muslim belum datang, jadi 6C punya kesempatan untuk mengerjai guru itu.
"Eh, semuanyaaa! Ngumpet di bawah meja!" teriak Zira rusuh.
6C ada yang menurut, tapi ada juga yang tidak. Jadi, ketika Pak Muslim datang, kelas tampak sepi sekali.
"Yang lain mana?" tanya beliau.
"Nggak tahu," 6C yang tidak ngumpet berbohong, sengaja.
"Hahaha," anak-anak yang ngumpet tak tahan lagi, tawa mereka segera meledak, dan mereka pun kena semprot Pak Muslim.

Pak Muslim pun menyampaikan materi untuk hari ini.
"Pokoknya kalian jangan menyerah! Apa pun yang terjadi!" nasihat beliau.
"Jangan menyeraaah, jangan menyeraaah," Nevan bernyanyi riang.
"Pak, Nevan nyanyi," lapor Fikri.
"Yee, saya nggak nyanyi, tapi nangis," Nevan mengelak.
"Hahaha."

Hari Selasa dengan 28 (Salsa dan Tatid absen) anak yang ceria itu pun berlalu dengan penuh tawa.

2 komentar:

Berikan saran, kritik, dan komentar kamu tentang Diary 6C! Segala pesan yang kamu berikan sangat berarti bagi kami.