Senin, 24 Januari 2011

Haidar Ferdian Ilyasa

Di kalangan teman-temannya, dia akrab disapa Ian. Ian lahir di Surabaya, pada tanggal 14 Juli 1999 dengan keadaan selamat. Hobi Ian adalah bermain bola. Hampir setiap pekan, Ian menyempatkan dirinya untuk bermain dengan si kulit bundar tersebut. Cita-cita Ian saja adalah menjadi pemain bola. Katanya, bermain bola itu seru.

Ian menyukai pelajaran Matematika, IPA, dan Bahasa Indonesia. Wah, pelajaran kesukaan Ian pelajaran-pelajaran UASBN semua, ya? Alasan Ian menyukai ketiga pelajaran tersebut adalah karena ketiga pelajaran tersebut gampang-gampang susah.

Ian yang bercita-cita masuk SMPN 1 ini menyukai warna hitam dan merah. Kata Ian, warna hitam dan merah itu cool.

"6C itu rusuh dan ribut. Tetapi menyenangkan," komentar Ian tentang 6C.

"Kadang-kadang suka bikin kesal," komentar Nio.
"Kadang-kadang nyebelin," komentar Ridwan.
"Kadang-kadang suka bikin rusuh," komentar Naufal.
"Kadang-kadang suka bikin kacau," komentar Fikri.

Back to Diary 6C!

Usai upacara, dengan petugas upacaranya 6A, 6C masuk ke dalam kelas dan bersiap-siap Bimbel IPA (reguler). Masing-masing anak mengeluarkan buku Detik-Detik UASBNnya dan menyiapkan alat tulisnya.
"Assalamualaikum," salam Pak Muslim.
"Waalaikumsalam," jawab 6C.
"Langsung saja, ya. Buka halaman 181. Kerjakan sampai nomor 10 saja," perintah Pak Muslim.
"Siap, Pak," jawab 6C kompak.
"Hahaha."

5 menit kemudian.
"Sudah selesai? Mari kita koreksi bersama," ajak Pak Muslim.
"Pak, nomor 10 kok jawabannya A? Bukannya D?" tanya seseorang.
"Kok tahu kalau jawabannya A?" Pak Muslim balik bertanya.
"Hahaha, pasti mengintip kunci jawaban, sama dong," gumam seseorang.
"Anak-anak, jangan lihat kunci jawabannya. Itu kunci jawaban salah. Jangan percaya," seloroh Pak Muslim.
"Ah, nggak juga, Pak. Terus kalau kunci jawabannya salah, kenapa harus ada kunci jawaban, sih?" protes Husna dan Salsa.
"Sudah, sudah. Kalau kalian mau pintar, jangan lihat kunci jawaban!" nasihat Pak Muslim.
"Iya, Pak," 6C menurut.
Pengkoreksian pun terus berlanjut.
"Sekarang kerjakan sampai nomor 20, ya? Terus nanti kita koreksi bersama lagi. Kemudian kalau sudah, kerjakan sampai nomor 30. Terus nanti kita koreksi bersama lagi. Lalu kalau sudah, kerjakan sampai nomor 40. Terus nanti kita...."
"Iya, iya, Pak!" teriak 6C.
"Hahaha."

Sehabis Bimbel IPA (reguler), saatnya 6C untuk PJK.
"Voli lagi," keluh 6C.
"Kan kemarin nggak tes. Sekarang tes," Pak Yuhdi menenangkan 6C.
"OK deh, Pak," kata 6C.

Sehabis tes voli. Entah siapa yang menantang pertama kali, pokoknya tiba-tiba ada pertandingan 5C lawan 6C seperti pekan lalu.
"Semangat, Nevan Bachdim!" sorak Ghina.
"Hah? Nggak salah, tuh?" Salsa protes.
"Hahaha. Tapi kayaknya kalau ada Nevan, pertandingannya jadi nggak seburuk kemarin," gumam Ghina.
"Setuju," kata Husna.

Pertandingan terus berlangsung seru. Faishal, sang kiper tetap waspada berjaga-jaga.

"Ihh, Ian pakai mini set, ya?" tanya Zira.
"Hahaha. Iya, bener. Keliatan, tuh," kata seseorang.
"Aduhh, itu tuh bukan mini set. Itu baju timnas. Yang warna hitam itu, loh!" terang Salsa.
"Hafal saja, Sal," protes Ghina.
"Iya dong, hahaha," Salsa tertawa.
"IAN, COBA BUKA BAJU!" teriak Zira tiba-tiba.
"Wahh, parah."
"Bukan itu, maksudnya baju olahraganya, saja yang dibuka. Hahaha," lanjut Zira.
Ian mengangkat baju olahraganya. Kemudian menurunkannya lagi.
"Yahh," Zira mengeluh, "angkat yang lama, dong!"
"Sudah, eh. Kasihan. Jangan dipaksa, Zir. Nanti dia nggak konsentrasi sama bolanya!" nasihat Salsa.
"Iya," Zira mengangguk.

Tiba-tiba.
BRUUUK!
"Aww," akhwat 6C menggigit bibir.
Tiba-tiba Nevan terjatuh.
"Hah? Itu gusinya Nevan berdarah beneran atau memang warnanya begitu?" tanya Husna.
"Berdarah, tau," jawab Sasa.
Pak Mukhlis membantu Nevan mengatasi masalahnya.
"Lagian kalau main bola nggak usah pakai tonjok-tonjokan segala, kali," kata Pak Mukhlis.

Pertandingan pun terus berlanjut. Hebatnya, Nevan yang tabah itu tetap ikut bermain.
PRIIIT!
"Tatid, ganti jadi Nio!" suruh sang wasit, Pak Yuhdi.
"Yah, Tatid Utina dikeluarin."

Sekarang skornya 1-2 untuk 5C. Masih ada harapan untuk 6C selama masih ada sisa waktu yang banyak.
"GOL!" sorak ikhwan 5C.
5C bertos ria dan saling berpelukan. Kini skornya 1-3. Akhwat 6C, dan terutama ikhwannya merasa kecewa.
"Eh, nggak masuk, nggak masuk," kata Pak Yuhdi.
"Hah? Nggak masuk? Apanya? Bolanya? Oh, yeee!" kini giliran akwat 6C yang senang.
Ikhwan 5C malu.
"Woo, malu. Maluu!" sorak akhwat 6C kepada ikhwan 5C.
"Eh, ikhwan 6C! Nanti kalau gol, jangan senang dulu, ya. Bisa jadi ternyata nggak masuk," nasihat akhwat 6C. Ikhwan 6C mengacungkan jempol.

Pluit panjang sudah berbunyi. Skor pertandingan 4-3 untuk 5C. Lagi-lagi 6C kalah. Padahal, ikhwan 5C tidak ada suporternya, loh! Tapi meski begitu, 6C tetap ceria (pastinya).
"Kalah awal dari kemena...," omongan Dinda terputus.
"NGAN!" sambung akhwat 6C yang lain. Merka saling beradu tos.
"Eh, tapi kalau kalah melulu kapan menangnya?" tanya Salsa.
"Hahaha."

Istirahat.
"Eh, ikhwan kok kayaknya nggak pernah menang, ya? Coba kalau aku ikutan. Mungkin bakalan....," omongan Husna tertunda.
"Bakalan apa?"
"Bakalan tambah kalah," lanjutnya.
"Hahaha."
"Eh, gimana kalau pekan depan kita lawan akhwat 5C?" tawar Husna.
"Ayo!" Sasa setuju.
"Iya, ya. Kan seru, tuh," tambah Salsa.

Sehabis istirahat, IPA.
"Pak, yang seri gimana? Yang paralel gimana?"
"Gimana sih, Pak? Kok nggak ada tembaganya?"
"Pak, baterainya satu, dua, tiga, atau sepuluh?"
"Wah, baterainya jatuh-jatuh. Diselotipin boleh?"
"Yee, bisa nyala lampunya!"

Habis IPA, istirahat, T2Q. Level 6 T2Q bersama di masjid.
"MINALJINNATI WANNAAS. SHADAQALLAHUL ADZIM."
"Wah, giliran shadaqallahul adzim saja, semangat," gerutu Rahma.
"Hahaha. Memang."

IPS. Bu Anis absen. Yang menggantikan Bu Ika. Seperti biasa, setelah mengerjakan tugas, 6C rusuh. Saling kejar-kejaran, saling perang kertas, saling ledek-ledekan, dan sejenisnya. Mumpung nggak ada Bu Anis. Hehehe. Wajarlah, namanya juga 6C. Kalau nggak ada Bu Anis yang tegas itu, beginilah jadinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan saran, kritik, dan komentar kamu tentang Diary 6C! Segala pesan yang kamu berikan sangat berarti bagi kami.