Rabu, 26 Januari 2011

Tatid Irawan Athariq

"Orangnya bentar-bentar gila, bentar-bentar pintar," komentar Aris.
"Orangnya suka jail. Suka bikin kesal," komentar Zulkifli.
"Orangnya suka jail. Kalau dijailin suka marah," komentar Ian.
"Orangnya tukang jail. Dijailin balik marah. Tapi kadang-kadang baik, kok," komentar Nio.

Nah, tebak, siapa orang yang jail tersebut? Tatid Irawan Athariq namanya. Lahir di Ibukota Indonesia, Jakarta. Tanggal lahirnya suka membuat orang lain iri, 11 Agustus. Iri, nggak? Nggak? Hahaha. 11 Agustus adalah tanggal lahir Irfan Bachdim. Wew, keren, pantas saja tanggal lahirnya diirii (apaan tuh, diirii?)!

Hobi Tatid bermain bola dan bermain komputer. Kelak, ketika sudah dewasa, Tatid ingin menjadi pemain bola. Kata Tatid, pemain bola gajinya besar. Oleh karena itulah, dia ingin menjadi pemain bola. Semoga cita-citamu terwujud, ya.

Tatid yang menyukai warna biru ini, ingin bersekolah di SOU, School Of Universe. Soalnya, sekolah di sana belajarnya di luar kelas. Tatid pernah menjadi siswa teladan 6C, Tatid juga pernah meraih juara 2 lomba sepeda hias waktu kelas 4. Tatid gitu-gitu kreatif, loh!

"6C itu rusuh! Suka beda sendiri," komentar Tatid tentang kelas yang ceria itu.
"Maksud Tatid ngeledek 6C atau memuji 6C?" protes Aris.
"Hahaha."

Back to Diary 6C untuk hari ini.

"Pindah tempat duduk, yuk?" ajak Bu Anis pada Rabu pagi.
"Setuju!" sahut 6C.
"Tapi kita tilawah dulu," Bu Anis memberi syarat.
"Yahh," Salsa, Husna, dan Halimah mengeluh.
"Eh, jangan mengeluh begitu. Mau dapat pahala, nggak?" tanya Bu Anis.
"Mau," jawab mereka bertiga kompak.
"Hahaha."

5 menit kemudian, setelah tilawah.
"Pindah tempat duduknya menggunakan posisi TO JSIT, ya!" kata Bu Anis.
"Iya, Bu," jawab 6C kompak.
6C pun bertukar rotasi tempat duduk. Waktu yang termakan lumayan lama.

"Sebelum Bu Anis mempersilahakan kalian T2Q, Bu Anis mau tanya dulu. Siapa yang sudah mengumpulkan LPS dan rapot?" tanya Bu Anis.
"Belum, Bu. Besok, deh," jawab sebagian besar anak 6C.
"Janji, ya?" tanya Bu Anis ragu.
"Insya Allah," kata Ghina.
"Baiklah, silakan T2Q," kata Bu Anis.
6C segera berlari keluar dari kelas menuju kelompok T2Qnya masing-masing.

Usai T2Q, Bimbel Bahasa Indonesia (reguler).
"Teman-teman, tolong dikeluarkan buku Sukses UASBN 2011nya," pinta Bu Anis.
"Yah, kok Sukses UASBN 2011?" tanya Tatid.
"Iya," jawab Bu Anis.
"Ish, kenapa sih, setiap aku bawa buku Sukses UASBN 2011, pasti yang dipakai buku Detik-Detik UASBN. Setiap aku bawa buku Detik-Detik UASBN, yang dipakai buku Sukses UASBN 2011," curhat Tatid.
"Eh, iya, deh, pakai buku Detik-Detik," kata Bu Anis.
"Beuh, bukannya menit-menit, Bu?" tanya Kiki.
"Kalau kamu punya, ya, silakan dipakai," tawar Bu Anis.
"Hahaha."
"Ssst, sudah, sudah. Kerjakan modul pertama Bahasa Indonesia, ya," kata Bu Anis.
"Iya, Bu," jawab 6C.

Bahasa Indonesia sudah lewat. Sekarang saatnya untuk istirahat. Kemudian Bahasa Inggris.
"Kalian Ibu beri waktu 5 menit untuk mengobservasi lantai 3. Kemudian kita review, lalu ulangan," kata Bu Sari.
6C secara serentak keluar dari kelas. Rusuh.

5 menit kemudian, 6C kembali ke kelas. Saatnya untuk review.
"Where is the teacher's room?" Bu Sari mengetes kompetensi 6C.
"The teacher's room is between the 5D and 5C," jawab 6C.

Sedang enak-enaknya review, tiba-tiba ada sesuatu yang membuat sirine 6C berbunyi. Lagi-lagi, rusuh.
"RAZIAA!" teriak Zira.
"Amankan mainan kalian, amankan uang kalian, amankan tas kalian!" 6C rusuh.
"TENANG! BAPAK HANYA INGIN MELIHAT TAS KALIAN, ITU SAJA," teriak Pak Mukhlis dan Pak Abdurrahman menenangkan suasana kelas 6C yang rusuh itu.

Pak Mukhlis dan Pak Abdurrahman melihat tas semua anak. Semua anak yang tidak membawa mainan tenang. Tapi, rupanya mimik muka Syamila berbeda. Mukanya tampak merah. Karena curiga, Pak Mukhlis melihat tas Syamila.
"Nah, ini dia," seru Pak Mukhlis tampak senang. Tangan kanannya memegang sebuah handphone. Handphone tersebut kemudian dimasukkan ke dalam saku Pak Mukhlis.
"Bapak buat tanda terimanya, ya?" tanya Pak Mukhlis.
Syamila hanya bisa mengangguk pasrah.
"Siapa namanya?" tanya Pak Mukhlis.
"Syamila," jawab Syamila gugup.
"Terima kasih, ya, HPnya," goda Pak Mukhlis.
6C terdiam. Mereka merasa iba kepada Syamila. Kasihan.
"HPnya merek apa, Mil? GS Astra?" tanya Dinda.
"Hah, GS Astra?" Tatid bingung.
"G Star!" jawab Syamila.
"Merek nggak terkenal," kata Zira.
"Hahaha."
Muka Syamila tambah memerah.

Setelah dirasa aman semua, Pak Mukhlis dan Pak Abdurrahman keluar dari kelas 6C, mungkin mencari korban selanjutnya.
"Kita langsung ulangan, ya. Waktu kita terbuang banyak," kata Bu Sari.
Setelah 6C mengangguk, Bu Sari membagikan kertas ulangan.

Usai ulangan, istirahat, lalu pidato.
"Bu Anis kocok nomor yang ada di dalam gelas ini, ya. Yang nomornya keluar, berdasarkan nomor absen, maju ke depan," kata Bu Anis yang sedang menggenggam sebuah gelas berisi 30 kertas yang digulung.
Satu persatu anak maju ke depan dengan berani. Mereka berpidato tentang perpisahan. Hebat, mereka bisa berpidato tanpa membaca teks. Mereka hafal, meski pun terkadang suka macet. Hehehe.
"Segala puji bagi Allah...," Fikri membaca pidatonya. Dimulai dengan salam.
"Hem? Terus apa, ya?" Fikri bingung.
"Sekian, saja langsung," celetuk Nio.
"Sekian dari saya," kata Fikri. Padahal dia belum sempat membacakan isi pidatonya.
"Hahaha."
Bu Anis hanya bisa tersenyum. Kemudian beliau mencatat sesuatu di daftar nilai. Mungkin nilai untuk Fikri.

Bahasa Indonesia sudah selesai. Kini saatnya untuk Matematika.
"Kelipatan 7, DOR, ya?" tanya Bu Nia.
"Iya," jawab 6C.
Bu Nia menunjuk Tatid.
"1," kata Tatid.
"2," kata Ian.
"3."
"4."
"5."
"6."
"7."
"ADUHH."
"Ulangi," pinta Bu Nia.
"1," kata Tatid lagi.
"2," lanjut Ian.
"3."
"4."
"5."
"6."
"DOR!"
"7," kata Halimah.
"ADUHH."
"Kan angka 7 sudah jadi DOR, Halimah. Jadi kamu harusnya bilang 8," kata Bu Nia.
"Ulangi," lanjut Bu Nia.
"1."
"2."
"3."
"4."
"5."
"6."
"DOR!"
"7."
"ADUHH."
"Kan sudah Bu Nia bilang tadi, angka 7 sudah menjadi DOR!" kata Bu Nia.
"Aku nggak dengar, Bu."
"Makanya dengarkan. Sekarang kelipatan 5 saja, deh, masa kelipatan 7 nggak bisa-bisa," kata Bu Nia akhirnya.
"Konsentrasi, ya!" kata Bu Nia.
"Konsentrasi dimulai," prok prok prok, prok prok prok "tuing, tuing, hap," kata 6C.
"Loh?" Bu Nia bingung. Mungkin maksud Bu Nia mengatakan 'konsentrasi, ya!' itu bukan tepuk konsentrasi, tapi hanya berupa nasihat.
"Hahaha."
"Sudah, mulai!" Bu Nia menunjuk Husna.
"1."
"2."
"3."
"4."
"5."
"ADUHH."
"Kenapa?"
"Bukan 5, tapi DOR!" ralat yang lain.
"Kan kelipatan 7?"
"Bukan, tapi kelipatan 5! Nggak dengerin, sih," kata Ghina.
"Ahh, sekali lagi, ya? Harus bisa!" pinta Bu Nia.Akhirnya, setelah 5 kali gagal, 6C bisa juga kelipatan 5, DOR. Hahaha. Maklum, namanya juga sudah sore. Konsentrasi sudah mulai kabur.

2 komentar:

Berikan saran, kritik, dan komentar kamu tentang Diary 6C! Segala pesan yang kamu berikan sangat berarti bagi kami.