Senin, 23 Mei 2011

Pidato Ceria

Senin yang cerah ini tidak dimulai dengan upacara seperti biasa. Karena hari ini merupakan hari dimana seluruh murid level 6 akan menghadapi Ujian Praktek yang pertama. Bahasa Indonesia, tepatnya berpidato. Supaya waktunya cukup, maka upacara sengaja ditiadakan.

Pidato merupakan sesuatu yang tidak baru bagi 6C. Karena sebelumnya, mereka sudah pernah mempelajari materi tersebut. Bahkan, mereka juga sudah pernah membaca pidato di depan teman-temannya. Namun pidato tersebut tidak menggunakan podium, tidak menggunakan mic, dan tidak menggunakan baju formal. Dan tepat di hari Senin ini, 6C akan berpidato layaknya orang yang sedang berpidato sungguhan.

Penasaran dengan cara hrusnya murid 6C itu berpidato? Baca sampai tuntas, ya!

Usai berbaris, 6C sibuk. Mereka sibuk menyiapkan segalanya untuk pidato.
"Meja-meja tolong disatukan di depan," pinta Pak Yuhdi.
Dengan sigap, 6C mendorong meja masing-masing ke depan.
"Ehh, nggak semuanya," ralat Pak Yuhdi.
6C pun menarik meja masing-masing ke tempatnya semula.
"Cukup 9 meja saja. Aris, ayo bantu Bapak!" pinta Pak Yuhdi.
Aris pun membantu Pak Yuhdi menata meja.
"Jangan pakai meja ini," kata Pak Yuhdi sambil mengetok-ngetok meja tersebut.
"Kenapa, Pak?" tanya Aris bingung.
"Mejanya nggak sama tinggi sama meja yang lain. Cari yang tingginya sama," pinta Pak Yuhdi.
Aris pun bergegas mencari meja yang sejajar tingginya.

5 menit kemudian, panggung yang terbuat dari meja-meja itu pun jadi.
"Kayaknya ada yang kurang. Tapi apa, ya?" tanya Pak Yuhdi ragu.
"Karpetnya, Pak!" teriak Salsa.
"Oh, iya. Aris, tolong gelar karpet di atas panggungnya," suruh Pak Yuhdi.
"Kok saya melulu yang disuruh sih, Pak?" protes Aris.
"Biar berpahala, Ris," kata Pak Yuhdi cuek.
"Hahaha."
Aris pun menggelar karpet dengan wajah masam.

Dan setelah karpet digelar, Pak Yuhdi menaikkan satu meja ke atas panggung.
"Buat apa, Pak?" tanya Ghina.
"Buat podium," jawab Pak Yuhdi.
"Kirain buat mimbar," seloroh Ghina.
"Hahaha."

Setelah mic ditaruh di atas podium, semuanya lengkap sudah.
"Sempurna," seru Pak Yuhdi puas sembari memperhatikan hasil kerja kerasnya (yang kabanyakan dibantu oleh Aris).
"Sekarang kita ngapain, Pak?" tanya Sasa.
"Hafalkan pidatonya," jawab Pak Yuhdi.
"Sudah hafal, Pak," timpal Sasa.
"Kalau begitu, lancarkan pidatonya," kata Pak Yuhdi.
"Sudah lancar, Pak," kali ini Kalista yang menjawab.
"Kalau begitu...?" sesaat, Pak Yuhdi tampak bingung. Untung Bu Eha segera memasuki kelas.
"Sudah, ya. Sebentar lagi kalian akan berpidato. Yang mengetes Bu Eha," kata Pak Yuhdi. Beliau bergegas pamit, kemudian pergi. Menitipkan 6C kepada Bu Eha.

Bu Eha jarang sekali mengajar di kelas yang ceria ini. Jadi, beliau agak kaget ketika menghadapi kerusuhan 6C.
"Aku keren dong, bajunya kayak supir taksi," seru Kiki bangga, memamerkan kostum pidatonya.
"Hahaha, iya betul. Bajunya di keluarin saja, Ki. Biar enggak keliatan kayak supir taksi," saran Salsa.
Kiki pun mengeluarkan bajunya yang tadinya dimasukkan ke dalam celana.
"Mending Kiki, kayak supir taksi, daripada Nepan, kayak pengangguran," celetuk Ghina.
"Biarin," sahut Nevan cuek.
"Lengan kemejanya jangan digulung gitu atuh, jadi kelihatan kayak pengangguran tahu!" saran Ghina sedikit menyindir.
"Nggak mau," kata Nevan, kemudian berlalu.
"Yee, dikasih saran malah pergi," seru Ghina jengkel.

"Ihh, dari tadi perasaan Nisa ngaca melulu, pengen cantik, ya?" protes Husna.
"Enggak, ribet tahu pakai kerudung peniti kayak gini!" jawab Nisa, mukanya merengut lucu.
"Hahaha."

"Sst, harap tenang semuanya! Kita akan mulai berpidato," teriak Bu Eha.
6C segera menurut. Mereka pun mendengarkan Bu Eha.

Setelah Bu Eha menyampaikan beberapa pesan kepada 6C, pidato pun siap dimulai.
"Kok pidatonya nggak boleh lihat teks? SBY saja kalau pidato masih melihat teks," gerutu Dinda sebal.
"SBY memang curang!" teriak Husna.
"Hahaha."

"Ibu, aku mau baca pidato pertama, dong," pinta Ghina.
"Nggak, urutannya diundi," kata Bu Eha.
Bu Eha pun mengambil satu kertas yang berserakan di atas panggung, kemudian membaca tulisan yang tertera pada kertas tersebut.
"Ihsanul Azzam Muttaqin," baca Bu Eha.
"Yahh, bukan aku," gumam Ghina kecewa.
"Maaf, Ghina belum beruntung. Coba lagi," kata Kiki.
"Hahaha."

Satu persatu, 6C maju membacakan pidatonya. Dan sampailah pada gilirannya, "kami juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada guru-guru kami yang sudah membimbing kami untuk menyelami dalamnya Samudra Pasifik."
"Emangnya pernah nyelem beneran?" tanya Nevan.
"Ihh, itu perumpamaan," gerutu Salsa sebal.
Nevan hanya tersenyum jahil melihat Salsa yang marah-marah di panggung.

Kini giliran Fikri.
"Ayo, mulai," pinta Bu Eha.
"Belum hafal, Bu," kata Fikri pasrah.
"Kalau begitu hafalkan dulu, ya," Bu Eha berbaik hati.
Fikri pun turun dari panggung. Kemudian menghafalkan pidatonya.

Saatnya giliran Hanifah. Hanifah membacakan pidatonya dengan sangat baik. Dia juga menambahkan puisi ditengah-tengah pidatonya tersebut.
"Nggak jadi, ya?" tanya Hanifah tiba-tiba.
"Apanya?" penonton bertanya balik.
"Puisinya," jawab Hanifah.
"Kenapa?" tanya penonton kecewa.
"Nggak hafal, hehehe," Hanifah tertawa salah tingkah.

Usai pidato dari Hanifah, Fikri dipanggil kembali.
"...," hening seperti tadi.
"Masih belum hafal?" tanya Bu Eha.
Fikri mengangguk.
"Kalau begitu hafalkan lagi," Bu Eha masih berbaik hati, memberikan kesempatan untuk Fikri.

Belum sempat Fikri kembali ke bangkunya, bel berbunyi.
"Dilanjutkan nanti, ya," kata Bu Eha.
6C mengangguk.

Istirahat kali ini berlangsung rusuh. Mic yang ada di atas panggung dimainkan oleh Ghina.
"JAMAAH!"
"HE-EH!"
"OOH JAMAAH!"
"HE-EH!"
"ALHAMDU...?"
"LILLAH!"
"Hahaha."

Usai istirahat, pidato pun dilanjutkan. Afi, Ian, Sasa, Faishal, Nisa, dan Fikri yang tadi tidak kebagian untuk membaca pidato pun kini diberi kesempatan untuk membaca pidato mereka. Setelah semuanya beres, Bu Eha keluar kelas. Digantikan dengan Bu Anis.
"Perpisahan kalian nanti akan dilaksanakan di... Eh, nggak jadi, deh. Biar jadi kejutan buat kalian," kata Bu Anis.
"Ibu mah, gitu. Kalau nanti aku mati, aku bisa mati penasaran, loh!" ancam Ghina.
"Meninggal fudul," lanjut Halimah.
"Fudul apaan, sih?" tanya Kiki tiba-tiba.
"Kamu nggak tahu?" tanya Halimah.
"Setahu aku, fudul itu suka baca SMS," jawab Kiki dengan tampang polos.
"Hahaha," tawa Ghina, Halimah, dan beberapa murid lain yang mendengar itu meledak.
"Ihh, aku kan nggak tahu," aku Kiki.
Tapi tawa mereka tak kunjung berhenti. Kiki menjadi jengkel.

Bel berbunyi tak lama kemudian, saatnya untuk istirahat. Usai istirahat, T2Q bersama di masjid. Kemudian pulang.

3 komentar:

  1. "Penasaran dengan cara 6C berpidato? Baca sampai tuntas, ya!" 6c gak bisa berpidato, 6c kan kelas

    BalasHapus
  2. maksudnya warganya saaf...

    BalasHapus

Berikan saran, kritik, dan komentar kamu tentang Diary 6C! Segala pesan yang kamu berikan sangat berarti bagi kami.