Jumat, 20 Mei 2011

Kambuh Lagi

Sudah lama kerusuhan 6C tak tampak. Rupanya saat itu, mereka sedang fokus sekali kepada Ujian Nasional. Namun tidak untuk sekarang. Ya, mentang-mentang Ujian Nasional sudah lewat, kerusuhan 6C kambuh lagi.

Ngerusuh merupakan hobi 6C yang pertama. Rusuhnya sih, tidak sampai diberitakan di koran, haha. Namun tetap saja rusuhnya terkadang adalah rusuh yang berlebihan.

Mau tahu kerusuhan 6C setelah Ujian Nasional berlalu? Baca sampai akhir, ya!

Jumat yang cerah ini dimulai dengan kegiatan yang sudah biasa dilakukan setiap hari, berbaris.
"Siap, gerak!" pimpin Tatid dengan penuh semangat. Memimpin barisan ikhwan.
"Siap, gerak!" Husna tak mau kalah. Memimpin barisan akhwat.

Usai berbaris, Aris berteriak lantang seperti biasa.
"Sikap berdoa!"
Dan semua yang mendengarnya, segera bersiap.

6C segera menundukkan kepala mereka, kemudian menengadahkan tangan masing-masing. Mereka berdoa dengan bersungguh-sungguh, berharap hari ini berjalan dengan lancar dan sesuai dengan harapan.

Namun tiba-tiba, sesuatu membuat kekhusyukan mereka terganggu. Pintu kelas terbuka secara perlahan, kemudian melongoklah dari sana 2 kepala yang sepertinya milik Nisa dan Syamila.
"Assalamualaikum, maaf Bu, kami telat," gumam mereka, meminta maaf kepada Bu Anis.
"Waalaikumsalam, minta maaf ke teman-teman, ya," pinta Bu Anis.
Nisa dan Syamila kemudian mengangguk. Sembari tersenyum, mereka ikut berdoa sambil bersandar di depan papan tulis.

Usai mengusap wajah dengan kedua telapak tangan, 6C menatap Nisa dan Syamila yang rupanya masih bersandar di depan papan tulis.
"Hmm, teman-teman, maaf ya, kami telat," kata Nisa dan Syamila sambil menundukkan kepala mereka. Entah mereka merasa malu, atau merasa menyesal.
Suasana hening. Nisa dan Syamila merasa sangat gugup.
Selang beberapa detik kemudian, 6C mengangguk pelan. Artinya, mereka memaafkan.
Dengan girang, Nisa dan Syamila duduk di tempat mereka masing-masing, "terima kasih," seru mereka.

"Nanti ikhwan mau sholat Jumat dimana?" tanya Bu Anis.
Sesaat, ikhwan tampak ragu, "bagusnya dimana ya, Bu?" ikhwan malah balas bertanya, meminta pendapat.
"Terserah kalian, dong," Bu Anis tidak memberi pendapat sama sekali, tetapi beliau malah menyerahkan semua keputusan kepada ikhwan sendiri.
"Lihat situasi saja, deh, Bu," kata Kiki.
"Iya, Bu, lihat situasi," dukung yang lain.
"Kalau yang rumahnya jauh, Ibu sarankan sholat di masjid saja, ya," kata Bu Anis.
Ikhwan mengangguk.
"Disini yang rumahnya jauh siapa?" tanya Bu Anis.
Beberapa ikhwan mengangkat tangan, Zira juga.
"Zir, ikhwan doang yang ditanyain. Itu urusan Sholat Jumat, urusan ikhwan," kata Syamila. Dia menarik tangan Zira.
Zira yang ditarik tangannya hanya tersenyum salah tingkah.

Basa-basi seputar Jumatan di jam Morning Meeting memang terasa sangat membosankan bagi akhwat. Untung saja, bel segera berbunyi, menyudahi semua obrolan tersebut.
"Kita membahas sedikit tentang Ujian Praktek PAI, ya," kata Bu Anis.
"Tapi kan, jadwalnya bukan latihan Ujian Praktek PAI, Bu," protes Kalista.
"Nggak apa-apa, hanya membahas sedikit, kok," bela Bu Anis.
Kalista hanya manggut-manggut.
"Kita baca niat wudhu, yuk!" ajak Bu Anis.
6C setuju, dengan suara lantang, mereka membaca niat wudhu tersebut.

Usai membaca niat wudhu, Bu Anis melanjutkannya dengan doa setelah berwudhu, doa masuk kamar mandi, doa keluar kamar mandi, doa iftitah, dan doa-doa seputar sholat lainnya.

"Sekarang kita latihan Ujian Praktek Basa Sunda, ya?" tanya Bu Anis.
"Tapi kelompoknya siapa saja, Bu?" tanya Ridwan.
"Belum lihat?" tanya Bu Anis balik.
"Belum lihat apaan?" Ridwan malah balas bertanya balik juga.
"Belum lihat madingnya?" tanya Bu Anis lagi.
"Belum. Lihat madingnya dimana, Bu?" tanya Ridwan penasaran.
Jadilah percakapan ini saling tanya-tanya, bukan tanya-jawab.

Sudah lama 6C tidak rusuh. Namun sekarang, kerusuhan itu kembali kambuh.
"MESAT NGAPUNG LUHUR JAUH DI AWANG-AWANG!"
"MEBERKEUN JANGJANGNA BANGUN TAYA KARINGRANG!"
"KUKUNA RANGGAOS REUJEUNG PAMATUKNA NGELUK!"
"NGEPAK MEGA BARI HIBERNA TARIK NYURUWUK!"
"SST! DIEM DONG, BERISIK BANGET, SIH. KITA JADI NGGAK BISA NYANYI, NIH!"
"KALIAN JUGA BERISIK BANGET! MAKANYA KITA TERIAK-TERIAK NYANYINYA!"
"DARI PADA GITU, MENDINGAN NYANYI BARENG-BARENG AJA, YUK?"
"AYOO!"
"MESAT NGAPUNG LUHUR JAUH DI AWANG-AWANG!"
"MEBERKEUN JANGJANGNA BANGUN TAYA KARINGRANG!"
"KUKUNA RANGGAOS REUJEUNG PAMATUKNA NGELUK!"
"NGEPAK MEGA BARI HIBERNA TARIK NYURUWUK!"
Belum juga sampai di bait kedua, kelas sebelah sudah protes.
"BERISIK BANGET, SIH! KITA JADI NGGAK BISA NYANYI, NIH!"
6C yang sedang asyik-asyiknya menyanyi, hanya tertawa terbahak-bahak mendengar seruan dari kelas sebelah.

Pertama, mereka bernyanyi tanpa alat musik.
Kedua, mereka bernyanyi dengan galon.
Ketiga, mereka bernyanyi dengan galon dan tempat pensil.
Keempat, mereka bernyanyi dengan galon, tempat pensil, dan kecrekan.
Kelima, mereka bernyanyi dengan galon, tempat pensil, kecrekan, dan gendang.
Keenam, mereka bernyanyi dengan galon, tempat pensil, kecrekan, gendang, dan angklung.
Pokoknya hampir semua alat musik dari PSB diambil. Kelas sebelah sampai protes lagi, "semua alat musik saja diborong," begitu katanya.

Jadilah suasana kelas yang benar-benar berisik. Belum lagi Bu Anis yang menyalakan musik Manuk Dadali dari laptopnya dengan volume tinggi.


Untung kerusuhan itu segera berlalu. Karena Bu Anis bertukar tugas dengan Pak Yuhdi. Kini, Pak Yuhdi yang mengawasi 6C. Tapi bukannya semakin tertib, malah sebaliknya. Semakin rusuh!

Sebelum bel istirahat berbunyi, Pak Yuhdi meminta tolong kepada beberapa akhwat untuk memfollow dirinya di Diary 6C atas nama e-mailnya sendiri. Sebenarnya Pak Yuhdi bisa, hanya saja dalam mengupload fotonya, ada sedikit masalah.
"Pak, kecilin saja ukuran fotonya," saran Dinda.
"Gimana caranya?" tanya Pak Yuhdi bingung.
Dinda, Salsa, Husna, dan beberapa akhwat lainnya membantu Pak Yuhdi.
"Tetep nggak bisa, tuh," gerutu Pak Yuhdi.
Dengan terpaksa, Pak Yuhdi memfollow Diary 6C tanpa foto.

Usai istirahat, Bu Sari memasuki kelas 6C dengan ceria. Memang, salah satu syarat masuk ke dalam ruangan kelas 6C adalah harus dengan tampang yang ceria.

Latihan Ujian Praktek Bahasa Inggris pun dimulai.
"Ibu, disadvantage dibacanya gimana?" tanya Sasa.
"Dibaca disetfentej," jawab Bu Sari.

Khusus untuk hari ini, pulangnya dipercepat 15 menit. Alasannya sederhana, karena ikhwan harus Sholat Jumat. Karena takut telat, jadilah jam pulang dimajukan.
Karena hal itu jugalah, Bu Sari bolak-balik bertanya kepada 6C, "sekarang jam berapa?". Mungkin Bu Sari takut kelewatan waktu.
Di 6C tidak ada jam, sih. Jangankan jam, tempat sampah, cermin, bahkan sapu saja tak punya. Meski pun begitu, yang penting 6C tetap ceria, dong. Itu pasti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan saran, kritik, dan komentar kamu tentang Diary 6C! Segala pesan yang kamu berikan sangat berarti bagi kami.