Selasa, 24 Mei 2011

Mission Completed!

PJK bukan saja merupakan pelajaran favorit bagi ikhwan. Tapi akhwat pun juga menyukainya. Selain karena gurunya asyik, pelajaran PJK juga tidak seperti pelajaran lainnya yang dilakukan di dalam kelas.

Kini, Ujian Praktek PJK telah tiba. Saatnya untuk level 6 SDIT Ummul Quro untuk membuktikan bahwa selama 6 tahun ini, mereka berolahraga dengan sungguh-sungguh.

Bagaimana 6C menjalani Ujian Praktek PJK mereka? Akankah mereka berhasil melewati rintangan-rintangan yang tersedia disana? Baca selengkapnya, ya!
 
6C menjalani rutinitas mereka seperti biasa, yaitu berbaris, kemudian berdoa. Tapi kali ini, ditambah dengan acara ledek-ledekan.
"Eh, tahu nggak? Aku suka fudulin kakak aku, loh! Suka baca-baca SMSnya, gitu," cerita Ghina kepada Dinda, tapi dengan suara keras sekali. 6C sudah tahu, cerita itu sebenarnya untuk menyidir Kiki (baca: Pidato Ceria).
"Eh, kok di pipi Ghina ada sumur, sih? 2 lagi," balas Kiki.
Pertempuran itu akan semakin memanas jika Bu Tia, Pak Hakim, dan Bu Robiah tidak segera datang ke kelas 6C.
"Hari ini kita akan tes ghorib. Absen 1 sampai absen 10 sama Bu Tia, absen 11-20 sama Pak Hakim, dan absen 21 sampai absen 30 sama Bu Robiah," kata Bu Tia usai mengucapkan salam.
"Sekarang kalian keluar dulu. Bagi yang merasa namanya dipanggil, silakan masuk ke dalam," kata Bu Tia lagi.
6C pun rusuh, mereka saling berlomba-lomba keluar terlebih dahulu.
"Ehh, yang tertib, dong!" seru Bu Tia.
Mendengar itu, 6C langsung  menertibkan diri masing-masing.

Usai tes ghorib yang mudah itu, 6C segera mengenakan seragam olahraga dan sepatu mereka, lantas mengambil botol minum, dan kabur ke lapangan.

Di lapangan, suasana belum terlalu ramai. Hanya ada murid 6C, Pak Yuhdi, sedikit murid dari kelas lain, dan beberapa adik kelas yang kebetulan lewat. Namun tak sampai 5 menit kemudian, lapangan sudah penuh sesak dengan murid-murid level 6. Dan tanpa menunggu apa-apa lagi, Pak Yuhdi langsung menyuruh mereka untuk berbaris, kemudian melaksanakan pemanasan.

"Level 6 kayak lagi jualan Pocari," sahut Husna pelan ketika pemanasan sedang berlangsung.
"Kenapa?" tanya Halimah.
"Lihat saja sendiri, banyak banget Pocari yang ditaruh disitu," tunjuk Husna ke rak sandal milik kelas 2. Di atas rak sandal tersebut, berjejer botol-botol Pocari Sweat milik murid level 6.
"Hahaha."

Usai pemanasan yang dibimbing oleh Pak Yuhdi itu, level 6 berpencar. 6A dan 6B senam, 6C lompat tinggi, dan 6D lari.

Di lapangan voli, Pak Muslim dan Bu Emil sudah menunggu. Mereka membawa sebuah map yang sepertinya berisi daftar nilai.
"Kok guru pengetesnya ada 2?" tanya Salsa heran.
"Ibu mengetes akhwat, Pak Muslim mengetes ikhwan," Bu Emil menjawab keheranan Salsa.
"Mau ikhwan atau akhwat duluan, nih?" tanya Pak Muslim.
6C bingung. Ikhwan ingin akhwat duluan, tapi akhwat ingin ikhwan duluan.
"Voting saja, Pak. Kalau ikhwan menang, berarti akhwat duluan. Tapi kalau akhwat menang, ikhwan duluan," pinta Hanifah.
"Nggak adil itu namanya. Jelas saja akhwat menang. Jumlah akhwat lebih banyak daripada jumlah ikhwan!" teriak ikhwan tidak terima.
"Hahaha," akhwat hanya tertawa mendengar itu.

Setelah musyawarah yang menghabiskan waktu kurang lebih 5 menit, diputuskan ikhwan duluan yang akan menerima tantangan ini.
"Kok ikhwan duluan, sih?" protes Kiki.
"Sudah, jangan banyak bicara!" sahut Pak Muslim tidak senang.
Akhirnya, dengan setengah hati, ikhwan pun satu persatu bergantian melompat setinggi 80 cm. Gaya melompatnya macam-macam. Ada yang biasa saja tapi berhasil, ada yang banyak gaya tapi gagal, dan ada juga yang merasa jago tapi jatuh. Semua tingkah ikhwan tersebut membuat akhwat tergelak.

Semua ikhwan 6C dari Nevan sampai Zavien sudah melewati tantangan tersebut dengan sukses. Kini, giliran untuk akhwat 6C.
"Akhwat mah, susah kalau disuruh lompat," gumam Nevan.

Ternyata pernyataan Nevan salah. Akhwat 6C bisa. Malah ada yang bisa lompat setinggi 90 cm.
"Kita telah membuktikan kepada Nepan, bahwa akhwat bisa lebih hebat dari ikhwan!" seru Zira.
"Hahaha."

Lompat tinggi usai sudah. 6C merasa lega. Sudah ada 1 dari 3 rintangan yang harus mereka lewati hari ini.
"Habis ini kita ngapain?" tanya Kalista bingung.
"Lari. Tapi habis istirahat," jawab Sasa.
"Tapi istirahat masih lama, kita ngapain dong?" tanya Kalista lagi.
"Tanya Bu Anis saja, deh," jawab Sasa pasrah.
Kalista dan Sasa pun berlari menuju Bu Anis.
"Bu, habis ini kita ngapain?" tanya mereka kompak.
"Lari," jawab Bu Anis singkat. Mata beliau tidak lepas dari murid 6D yang sedang tes lari. Bu Anis memang yang bertugas untuk mengetes mereka.
"Lari? Kapan?" tanya Sasa.
"Sekarang," kata Bu Anis ketika 6D sudah selesai melewati tes lari.
"Sekarang, Bu?" tanya Kalista tak yakin.
"Iya," jawab Bu Anis mantap.
"Tapi di jadwal Ujian Praktek, 6C lari waktu habis istirahat," kata Sasa.
"Nggak apa-apa, biar kalian cepat selesai Ujian Praktek PJKnya," kata Bu Anis.
Kalista dan Sasa akhirnya memanggil murid 6C yang lain, menyuruh mereka untuk berkumpul, kemudian tes lari.

"Kok larinya sekarang? Bukannya habis istirahat?" tanya mereka bingung.
Kalista dan Sasa akhirnya menjelaskan semuanya.
"Tapi, aku salah pakai sepatu. Aku pakai sepatu cinderella, gimana mau lari?" ucap Halimah sambil menatap sepatunya.
"Aku juga," kata Rahma.
"Pakai sepatu aku saja, aku bawa 2 sepatu," kata Salsa.
Halimah dan Rahma menatap Salsa, kemudian mereka berkata kompak, "pinjam, ya!"
"Tentu saja," jawab Salsa, kemudian tersenyum.

"Ayo, cepat, ikhwan duluan yang lari!" kata Bu Ika.
"Bu Ika yang ngetes?" tanya Ridwan.
Bu Ika mengangguk.

Urusan berlari, ikhwan jagonya.
"Keren banget, ikhwan 6C larinya secepat angin!" puji Kansa.
"Hahaha."

Ikhwan 6C memang tidak mungkin bisa berlari secepat angin seperti yang dikatakan oleh Kansa, tapi menurut akhwat 6C, ikhwan 6Clah yang terbaik dalam urusan berlari.

Setelah giliran lari ikhwan selesai, kini giliran akhwat. Afi, Amel, Zira, dan Dinda dipanggil. Kemudian dilanjutkan dengan Ghina, Halimah, Hanifah, dan Husna.
"1... 2... 3...!" hitung Bu Ika.
Ghina, Halimah, dan Hanifah yang telah mengambil ancang-ancang itu pun langsung berlari sekuat tenaga mereka. Tapi tiba-tiba...
"Hahaha."
Ternyata sepatu Hanifah copot.
"Gimana, nih?" tanya Hanifah bingung. Dia memandang sepatunya yang tertinggal di belakang.
"Biarin saja, kamu lari saja terus, Nip!" dukung Dinda.
Mendengar dukungan dari sahabatnya, Hanifah pun mempercepat larinya meski kaki kanannya hanya dibalut dengan kaus kaki.

Setelah semua murid 6C mendapat kesempatan untuk berlari bolak-balik sebanyak 10 kali (200 meter), mereka langsung meneguk Pocari Sweat mereka. Kemudian mereka tiduran telentang di teras kelas 2, melepas lelah yang teramat sangat.

Usai istirahat sejenak, 6C dipanggil oleh Pak Yuhdi dan Bu Nia.
"Ayo 6C, saatnya kalian tes senam!" teriak Bu Nia dari lab IPA.
Murid-murid 6C yang sedang tepar kelelahan di lapangan itu langsung bangkit dengan segera, lalu berjalan dengan lambat ke arah lab IPA.
"Kok lama banget, sih, jalannya?" protes Pak Yuhdi ketika 6C sudah berkumpul di lab IPA.
"Kakinya pegel, Pak, habis lari," kata Rahma pelan.
"Kalau begitu, Bapak izinkan kalian istirahat dulu 15 menit," kata Pak Yuhdi. Mungkin beliau iba melihat muka pucat 6C yang terlihat sangat letih.

15 menit kemudian, senam dimulai. Dengan bergantian, 6C mengikuti gerakan senam. Hingga semuanya beres. 3 tantangan (yaitu lompat tinggi, lari, dan senam) telah mereka lewati dengan sangat baik.

"MISSION COMPLETED! MISI TERSELESAIKAN!" teriak Husna ketika keluar dari lab IPA, usai senam.
"Hahaha."
"Coret-coret baju olahraga, yuk?" ajak Husna.
"Dikira habis lulus SMA," gumam Ghina.
"Hahaha."

6C adalah kelas pertama yang berhasil menyelesaikan tantangan-tantangan di Ujian Praktek PJK. Padahal istirahat kedua saja belum. Itu semua karena guru mereka yang memaksa 6C untuk melakukan Ujian Praktek PJK dengan secepat mungkin.

Sebagai akibatnya, 6C mendapat waktu lama untuk bermain. Lantas, apa yang mereka mainkan? Mereka memainkan parfum yang dibawa oleh Husna, Salsa, dan Nisa.
"Semprooot!" seru Nindi. Dia menyemprot orang-orang yang lewat dengan parfum milik Nisa.
"Pili ihh! Jangan pakai parfum aku!" teriak Nisa.
Nindi tidak peduli. Dengan gesit, dia menghindari Nisa yang terus mengejarnya.

Selain Nindi, beberapa akhwat lainnya juga bermain-main dengan ketiga parfum tersebut.
"Ihh, kena mulut aku tahu! Pahit, nih!" teriak Ian.
"Hahaha."

10 menit kemudian, Bu Anis masuk kelas.
"Bau apa ini?" tanya beliau.
"Bau calon penghuni surga, Bu," jawab 6C kompak.
"Hahaha."

"Eh, Diary hari ini kasih judul 'Hari Parfum Se6C', dong," pinta Zira kepada Husna.
Husna yang sedang merapikan berkas-berkas Diary 6C itu pun hanya mengangguk pelan.

2 komentar:

Berikan saran, kritik, dan komentar kamu tentang Diary 6C! Segala pesan yang kamu berikan sangat berarti bagi kami.