Kamis, 02 Desember 2010

Semangatnya 6C

Ketika semburat matahari muncul di kejauhan horizon cakrawala, 6C dengan syahdunya sedang menekuni Al-Qurannya masing-masing. Berburu pahala di pagi hari. Secarik cahaya matahari menembus kaca di kelas 6C. Silau. Tapi itu sama sekali tak menggoyahkan semangat mereka.

"Kiki sakit tipes," kata Bu Anis pelan, memberi kabar.
Serentak 6C kaget.
"Apalagi, sebentar lagi UAS. Doakan Kiki agar cepat sembuh, ya," pinta Bu Anis.
"Iya, Bu," 6C mengangguk.
"Makanya, kalian jaga kesehatan, ya. Jangan lupa makan tiga hari sekali," saran Bu Anis.
"Wah, kalau makan tiga hari sekali, kelaparan, dong, Bu?" 6C protes.
"Eh, maksud Ibu bukan makan tiga hari sekali. Tapi, tiga kali sehari," Bu Anis meralat ucapannya barusan.
"Hahaha."

Pertemuan di pagi hari yang penuh tawa itu usai ketika bel berbunyi. T2Q menggantikan. Kemudian dilanjutkan dengan PJK.
"Pak Yuhdi kasihan, sakit," kata Hanifah iba.
Beliau memang sekarang sedang terbaring lemas di salah satu ranjang di UKS. Tapi Pak Yuhdi memang sungguh hebat, beliau tetap memaksa dirinya untuk terlihat sehat. Padahal guratan wajahnya saat itu jelas melambangkan bahwa ia sedang sakit.
"Kalian lari, ya. Lewat belakang SMP," kata Pak Yuhdi.
6C menurut. Setelah itu, Pak Yuhdi kembali ke ranjangnya.

Usai berlari, ikhwan bermain bola.
"Ghin, aku pengen banget bermain bola bersama ikhwan," kata Husna sambil melihat ikhwan yang sedang bermain bola.
"HOI, IKHWAN! UNA MAU IKUTAN MAIN!" teriak Ghina kepada ikhwan.
"Ayo!" ikhwan menyambut tawaran tersebut.
"Aku ikut," kata Safira.
"Ikhwan lawan akhwat, yuk," usul Sasa.
"Aku jadi wasit, ya," kata Aris.

Aris memang menjadi wasit. Tapi dia curang. Aris mendukung tim ikhwan. Padahal, wasit, kan, nggak boleh mendukung salah satu pun dari dua pihak yang sedang bertanding.

Akhirnya, permainan itu berlangsung terus. Ikhwan lawan akhwat. Meski berkali-kali mereka terjatuh berdebam, tapi mereka selalu membawa senyum ceria mereka.

"GOL!" teriak ikhwan yang senang karena berhasil membobol gawang akhwat.
"GOL!" teriak ikhwan lagi.
"Wah, kok, akhwat gampang banget, sih, dijebol?" Husna protes.
"Ayo, tetap semangat!" kata Salsa sambil menerima bola dari Nindi, sang kiper.
"Gimana mau semangat? Kiper di ikhwan ada lima orang," gumam Husna.
"Hahaha."

"EH, TADI SIAPA YANG NYETAK GOL?" teriak Dinda dari pinggir lapangan.
"Gua," aku Nevan.
BUK! Dinda memukul Nevan dengan sandal.
"Rasain! Makanya jangan suka nyetak gol!" kata Dinda.
"Hahaha."

Ketika permainan dilanjutkan, 6C menengadah sesaat keatas. Mereka kaget. Ternyata ada banyak yang menonton mereka. Apakah mungkin permainan mereka yang hebat? Ah, nggak juga. Bisa dibilang, ini adalah permainan yang kacau.

"Ya Allah, 6C ada-ada saja. Masa ikhwan lawan akhwat? Kan nggak muhrim," Bu Desi mendecakkan lidahnya.

Memang. Resiko dari bermain bola ini salah satunya adalah bersentuhan dengan lawan jenis. Tapi, 6C tak peduli. Akhwat dan ikhwan saling dorong berebutan bola. Tapi setelah mereka mendapatkan bolanya, mereka malah menendangnya lagi. Aneh nggak, tuh? Hahaha.

Pak Yuhdi tidak mengetahui permainan hebat ini. Beliau masih terbaring lemas. Semoga cepat sembuh, ya, Pak.

Pertandingan di 6C berdurasi sekitar 20 menit. Scorenya, 5-8 untuk ikhwan.

Usai PJK, kelas 6C bau keringat. Bertetes-tetes keringat mengalir melewati wajah setiap anak. Bau.

Setelah PAI, istirahat. Seperti kemarin, akhwat latihan tari saman lagi. Kemudian Bahasa Indonesia.
"Bu Anis malu sekali. Kalian kalau diajar oleh guru lain, selalu ribut, ya?" tanya Bu Anis kepada 6C.
"Nggak, kok, Bu. Kemarin lusa, kita hanya menyanyi bersama sambil menepuk-nepuk meja," seseorang bercerita.
"Hanya?" tanya Bu Anis.
"Hahaha."

Terakhir, sebagai penutup untuk hari yang semangat ini, 6C ulangan Tarjamah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan saran, kritik, dan komentar kamu tentang Diary 6C! Segala pesan yang kamu berikan sangat berarti bagi kami.